Polemik Pembatalan Mutasi Pati TNI: Profesionalisme Lembaga Dipertanyakan

Pembatalan mutasi tujuh perwira tinggi (Pati) Tentara Nasional Indonesia (TNI), termasuk Letnan Jenderal (Letjen) Kunto Arief Wibowo, memicu sorotan tajam dari berbagai pihak. Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), TB Hasanuddin, mengungkapkan keprihatinannya atas kejadian ini, dan mengindikasikan adanya pengaruh politik yang kuat dalam tubuh TNI.

TB Hasanuddin menekankan bahwa proses mutasi di lingkungan TNI seharusnya murni didasarkan pada kebutuhan organisasi dan profesionalitas, bukan karena tekanan atau intervensi politik dari pihak manapun. Ia menyayangkan adanya perubahan Surat Keputusan (SK) yang terkesan terburu-buru dan tidak konsisten, karena hal ini dapat mengganggu stabilitas internal TNI serta menurunkan kepercayaan publik terhadap netralitas lembaga pertahanan negara.

"Pergantian Letjen Kunto, lalu dibatalkan beberapa hari kemudian, menunjukkan bahwa TNI terlalu mudah goyah oleh urusan politik. Ini tidak boleh terjadi," tegas TB Hasanuddin.

Spekulasi publik mengaitkan pembatalan mutasi Letjen Kunto dengan sikap ayahnya, mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, yang terlibat dalam forum purnawirawan yang mengkritisi pemerintahan saat ini. Di sisi lain, muncul nama Laksamana Muda (Laksda) Hersan, mantan ajudan Presiden Joko Widodo, sebagai calon pengganti Letjen Kunto sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I, semakin menambah kompleksitas persoalan ini.

TB Hasanuddin menegaskan bahwa mutasi prajurit aktif seharusnya tidak dipengaruhi oleh opini masyarakat sipil atau tekanan politik, karena hal ini dapat menjadi preseden buruk bagi profesionalisme TNI. Ia menambahkan bahwa keputusan mutasi seharusnya didasarkan pada kebutuhan organisasi, bukan atas permintaan pribadi atau kepentingan tertentu.

Politisi dari PDI-P ini juga mengkritik kepemimpinan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang dinilai kurang tegas dan konsisten dalam menjaga marwah institusi TNI. Menurutnya, Panglima TNI seharusnya sejak awal menolak mutasi Letjen Kunto jika memang tidak didasarkan pada kepentingan organisasi.

TNI sebelumnya mengumumkan mutasi 237 pati TNI, termasuk tujuh pati yang tercantum dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/554/IV/2025 tertanggal 29 April 2025. Namun, keesokan harinya, TNI membatalkan mutasi terhadap tujuh pati tersebut melalui SK Panglima TNI Nomor Kep/554.a/IV/2025 tertanggal 30 April 2025.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen Kristomei Sianturi mengklaim bahwa pembatalan mutasi tersebut murni karena pertimbangan organisasi dan kebutuhan operasional di lapangan. Ia menjelaskan bahwa beberapa perwira yang direncanakan untuk bergeser ternyata masih dibutuhkan di posisi mereka saat ini.

"Karena pertimbangan, ada beberapa pati dalam rangkaian itu yang belum bisa bergeser, dihadapkan dengan tugas-tugas yang masih membutuhkan perwira tinggi tadi. Jadi tidak terkait dengan hal-hal lain," ujar Kristomei.

Kristomei juga membantah spekulasi yang menyebut pembatalan mutasi disebabkan oleh faktor politik, termasuk keterlibatan Try Sutrisno dalam forum purnawirawan yang mengkritisi pemerintah. Ia menegaskan bahwa mutasi ini tidak terkait dengan apapun di luar dari organisasi TNI dan sesuai dengan profesionalitas, proporsionalitas, serta kebutuhan organisasi saat ini.

Berikut poin-poin penting yang dibahas:

  • Pembatalan mutasi tujuh Pati TNI memicu polemik.
  • Anggota Komisi I DPR mempertanyakan profesionalisme TNI.
  • Diduga ada intervensi politik dalam proses mutasi.
  • Spekulasi publik mengaitkan pembatalan mutasi dengan faktor eksternal.
  • Kapuspen TNI membantah adanya pengaruh politik.