Kontroversi Rekrutmen Eks Karyawan Lion Air di Garuda Indonesia: Gaji Fantastis dan Tuduhan Pengkhianatan Loyalitas

Kontroversi Rekrutmen Eks Karyawan Lion Air di Garuda Indonesia: Gaji Fantastis dan Tuduhan Pengkhianatan Loyalitas

Pengangkatan Wamildan Tsani Panjaitan sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia pada 15 November 2024 telah memicu kontroversi. Bukan hanya karena latar belakangnya sebagai mantan CEO Lion Air, tetapi juga karena rekrutmen 14 mantan karyawan Lion Air ke dalam jajaran kantor CEO Garuda Indonesia. Perekrutan ini menimbulkan protes keras dari Serikat Pekerja Garuda Indonesia dan menimbulkan pertanyaan publik mengenai transparansi dan keadilan dalam proses perekrutan di perusahaan plat merah tersebut. Total gaji bulanan ke-14 mantan karyawan tersebut mencapai angka fantastis, hampir Rp 1 miliar, memicu kecurigaan adanya praktik nepotisme dan mengabaikan talenta internal.

Surat resmi dari Sekretariat Bersama Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk kepada Direktur Utama, Wamildan Tsani Panjaitan, secara tegas menyatakan penolakan terhadap perekrutan tersebut. Dalam surat bernomor SEKBER/001/III/2025, serikat pekerja mempertanyakan urgensi perekrutan ke-14 mantan karyawan Lion Air tersebut, mengingat sudah tersedianya sumber daya manusia internal yang kompeten dan loyal. Serikat pekerja juga menyoroti adanya kerja sama dengan perusahaan konsultan yang seharusnya mampu memenuhi kebutuhan tenaga profesional tanpa perlu merekrut dari eksternal. Mereka menekankan perlunya optimalisasi dan pemberdayaan sumber daya manusia internal perusahaan sebelum mempertimbangkan rekrutmen eksternal. Kehadiran mantan karyawan Lion Air, menurut serikat pekerja, menimbulkan keresahan baik di internal maupun eksternal perusahaan, khususnya terkait dengan potensi pengkhianatan terhadap loyalitas dan dedikasi karyawan internal yang telah lama mengabdi.

Manajemen Garuda Indonesia memberikan klarifikasi melalui Direktur Niaga, Ade R Susandi, dan Direktur Human Capital & Corporate Service, Enny Kristiani. Susandi menegaskan bahwa proses rekrutmen telah sesuai dengan prinsip good corporate governance (GCG). Sementara itu, Kristiani membantah informasi yang beredar di media sosial terkait tugas, fungsi, dan remunerasi ke-14 mantan karyawan Lion Air tersebut, menyebutnya sebagai informasi yang tidak sepenuhnya valid. Ia menjelaskan bahwa ke-14 karyawan tersebut berstatus pegawai pro hire dengan kontrak kerja waktu tertentu, dan remunerasi yang diterima sesuai dengan ketentuan dan benchmark industri.

Rincian data yang beredar di media sosial menunjukkan variasi gaji yang diterima oleh ke-14 mantan karyawan Lion Air, mulai dari Rp 25 juta hingga Rp 117 juta per bulan. Sembilan orang di antaranya menjabat sebagai CEO office specialist, satu orang sebagai senior lead professional, dua orang sebagai protokol direktur utama, dan dua orang sebagai protokol istri direktur utama. Perbedaan gaji yang signifikan antar posisi memunculkan pertanyaan lebih lanjut mengenai kriteria dan transparansi sistem penggajian yang diterapkan di Garuda Indonesia. Meskipun manajemen membantah informasi tersebut tidak sepenuhnya valid, kontroversi ini tetap berpotensi merusak citra dan kepercayaan publik terhadap Garuda Indonesia serta memicu perdebatan lebih lanjut terkait praktik rekrutmen dan manajemen sumber daya manusia di perusahaan BUMN.

Distribusi jabatan dan nominal gaji yang diterima 14 eks karyawan Lion Air tersebut menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam proses rekrutmen di Garuda Indonesia. Jika benar terdapat perbedaan yang signifikan dalam penggajian, maka perlu adanya penjelasan lebih rinci dan transparan untuk meyakinkan publik bahwa proses tersebut telah dilakukan secara adil dan tidak memihak.

Daftar jabatan dan kisaran gaji 14 eks karyawan Lion Air:

  • 9 orang CEO Office Specialist: Gaji bervariasi antara Rp 52 juta hingga Rp 117 juta per bulan.
  • 1 orang Senior Lead Professional: Gaji sekitar Rp 31,25 juta per bulan.
  • 2 orang Protokol Dirut: Gaji sekitar Rp 31,25 juta per bulan.
  • 2 orang Protokol Istri Dirut: Gaji sekitar Rp 25 juta per bulan.

Kontroversi ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses rekrutmen dan penggajian di perusahaan BUMN, serta perlunya memastikan bahwa proses tersebut tidak diskriminatif dan mengutamakan kompetensi dan loyalitas karyawan internal.