DPR Minta Hukuman Maksimal untuk Predator Seks Anak di Jepara, Kebiri Kimia Jadi Sorotan

Anggota Komisi VIII DPR RI, Dini Rahmania, menyampaikan kecaman keras terhadap kasus kekerasan seksual yang melibatkan 31 anak di Jepara, Jawa Tengah. Pelaku yang diidentifikasi berinisial S (21), dinilai pantas menerima hukuman seberat-beratnya, termasuk opsi kebiri kimia.

"Tindakan pelaku sangat keji dan tidak dapat ditolerir. Kami mendesak agar pelaku dikenakan hukuman maksimal, termasuk hukuman kebiri kimia, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020," ujar Dini kepada awak media, Jumat (2/5/2025).

Politisi dari Fraksi NasDem ini menekankan bahwa penerapan kebiri kimia diharapkan dapat memberikan efek jera yang signifikan. Selain itu, hukuman ini juga berfungsi sebagai peringatan bagi masyarakat luas agar tidak melakukan perbuatan serupa yang dapat merugikan orang lain, terutama anak-anak.

"Pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah predator yang sangat berbahaya. Hukuman kebiri kimia layak dijatuhkan sebagai bentuk keadilan bagi para korban dan sebagai efek jera bagi calon pelaku lainnya. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga para korban mendapatkan pemulihan yang komprehensif dan pelaku dihukum dengan hukuman yang setimpal," tegasnya.

Selain menuntut hukuman maksimal, Dini juga mendorong pihak berwenang untuk mengambil langkah-langkah tegas lainnya. Ia mendesak pembentukan tim advokasi psikososial yang bertugas memberikan pendampingan dan pemulihan kesehatan mental kepada para korban. Pembentukan tim ini, menurutnya, sangat penting dan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

"Kami sangat prihatin dengan kasus ini dan mendesak tindakan nyata dari pihak berwenang. Negara tidak boleh mengabaikan nasib para korban. Pembentukan tim advokasi psikososial sangat krusial untuk memastikan pemulihan kesehatan mental para korban, yang sebagian besar masih anak-anak dan remaja," imbuhnya.

Dini menambahkan bahwa tim advokasi tersebut harus melibatkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) serta bekerja sama dengan psikolog profesional dan lembaga perlindungan anak. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya menjaga kerahasiaan identitas para korban.

"Nama dan identitas para korban harus dirahasiakan sepenuhnya. Hal ini penting untuk menghindari stigma sosial dan tekanan psikologis lanjutan yang dapat memperburuk kondisi mereka," jelasnya.

Terungkap bahwa terdapat 31 korban pemerkosaan anak di bawah umur yang dilakukan oleh S. Korban-korban tersebut tersebar di berbagai daerah, bahkan hingga di luar Pulau Jawa. Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) mengungkapkan bahwa sebagian besar korban berasal dari wilayah Jepara.

"Korban berasal dari berbagai daerah, termasuk Jawa Timur, Semarang, Lampung, dan sebagian besar berada di wilayah Jepara," ungkap Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio, pada Jumat (2/5).

Kombes Dwi Subagio menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, S merekam setiap aksi bejatnya terhadap para korban. Ia bahkan menyimpan file rekaman tersebut dengan nama-nama korban.

"Setiap kegiatan pelaku direkam dan disimpan dalam bentuk video, dengan nama file sesuai dengan nama korban. Ini menunjukkan bahwa kita berhadapan dengan seorang predator seks yang sangat berbahaya," pungkasnya.