Nelayan Indonesia Akui Bersalah Terkait Penangkapan Ikan Ilegal di Perairan Australia
Sepuluh Nelayan Indonesia Dihukum karena Penangkapan Ikan Ilegal di Australia
Sepuluh nelayan asal Indonesia telah mengaku bersalah di Pengadilan Negeri Darwin, Australia atas tuduhan melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Australia. Pengakuan bersalah ini terungkap dalam dua kasus berbeda yang disidangkan pada tanggal 29 dan 30 April 2025. Kasus ini menyoroti kembali isu pelanggaran batas wilayah dan penangkapan ikan ilegal yang terus berulang.
Australian Border Force (ABF) dalam pernyataannya menjelaskan detail kedua kasus tersebut. Kasus pertama terjadi pada 3 April 2025, ketika petugas patroli Australia mendeteksi dan mencegat sebuah kapal berbendera Indonesia yang sedang melakukan aktivitas penangkapan ikan ilegal di dekat Pelabuhan Parry, Australia Barat. Dalam operasi penangkapan tersebut, pihak berwenang menyita sejumlah barang bukti, termasuk:
- 420 kilogram teripang
- 300 kilogram garam (yang digunakan untuk pengolahan dan pengawetan hasil tangkapan)
- Peralatan penangkapan ikan (termasuk tali sepanjang 50 meter dengan kail dan alat pukat)
Setelah pemeriksaan awal, kapal tersebut disita dan kemudian dimusnahkan di laut sesuai dengan hukum yang berlaku di Australia. Nahkoda kapal dalam kasus ini dijatuhi hukuman 27 hari penjara, terhitung sejak tanggal penangkapan. Sementara awak kapal lainnya dibebaskan dengan denda masa percobaan sebesar $1.000, dengan syarat berkelakuan baik selama dua tahun.
Kasus kedua terjadi pada 10 April 2025, ketika otoritas Australia menangkap kapal ikan Indonesia lainnya yang melakukan penangkapan ikan ilegal di dekat Pelabuhan Essington, Northern Territory. Barang bukti yang disita dalam kasus ini meliputi:
- 300 kilogram teripang
- 90 kilogram garam (untuk pengolahan dan pengawetan)
- Berbagai peralatan penangkapan ikan
Kapal ini juga disita dan dimusnahkan sesuai dengan prosedur hukum Australia. Semua nelayan yang terlibat didakwa melanggar Undang-Undang Pengelolaan Perikanan Australia tahun 1991.
Hukuman dalam kasus kedua ini sedikit berbeda. Nahkoda kapal dihukum 21 hari penjara, juga terhitung sejak tanggal penangkapan, dan dibebaskan dengan denda masa percobaan $1.000 dengan syarat berkelakuan baik selama dua tahun. Dua awak kapal lainnya dibebaskan dengan jaminan $1.000, dan dua lainnya dengan jaminan $500, dengan syarat yang sama yaitu berkelakuan baik selama dua tahun. Menurut pernyataan ABF, seluruh nelayan yang terlibat akan segera dideportasi kembali ke Indonesia.
Kasus ini menambah daftar panjang insiden serupa yang melibatkan nelayan Indonesia yang tertangkap dan dihukum karena melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Australia. Data menunjukkan bahwa sejak 1 Juli 2024, sebanyak 176 nelayan Indonesia telah diproses hukum di Pengadilan Negeri Darwin terkait pelanggaran serupa. Insiden ini menggarisbawahi pentingnya kerjasama yang lebih erat antara Indonesia dan Australia dalam menjaga keamanan dan keberlanjutan sumber daya laut di wilayah perbatasan.