Jaringan Korban Predator Anak di Jepara Terungkap: Meluas Hingga Luar Jawa

Kasus Predator Anak di Jepara: Korban Tersebar di Beberapa Provinsi

Kasus kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh seorang pria berinisial S (21) di Jepara, Jawa Tengah, memasuki babak baru. Pihak kepolisian mengungkapkan bahwa jumlah korban mencapai 31 orang dan tersebar di berbagai daerah, bahkan hingga luar Pulau Jawa. Hal ini mengindikasikan jaringan korban yang lebih luas dari perkiraan sebelumnya.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Polisi Dwi Subagio, menjelaskan bahwa mayoritas korban berasal dari wilayah Jepara. Namun, terdapat juga korban yang berasal dari Jawa Timur, Semarang, dan Lampung. Fakta ini menunjukkan bahwa pelaku tidak hanya beraksi di satu wilayah, tetapi juga menjangkau korban di berbagai provinsi.

"Sebagian besar memang di wilayah Jepara, tetapi ada juga yang berasal dari Jawa Timur, Semarang, dan Lampung," ujar Kombes Pol. Dwi Subagio.

Modus Operandi Pelaku: Rekaman Video dan Ancaman

Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, pelaku diketahui merekam setiap aksi bejatnya terhadap para korban. Lebih lanjut, pelaku menyimpan rekaman tersebut dalam bentuk file yang diberi nama sesuai dengan identitas korban. Hal ini menunjukkan perencanaan yang matang dan potensi penggunaan rekaman tersebut untuk mengancam korban.

"Semua kegiatan direkam, divideokan, dan disimpan per orang namanya siapa. Ini yang kita hadapi adalah pelaku predator seks," ungkap Dwi.

Salah satu korban bahkan dilaporkan hampir melakukan percobaan bunuh diri akibat ancaman dari pelaku. Hal ini menunjukkan dampak psikologis yang mendalam akibat perbuatan pelaku terhadap para korban.

"Bahkan korban ada yang saat diancam akan berusaha bunuh diri, kasihan korbannya," jelasnya.

Imbauan Kepada Orang Tua: Tingkatkan Pengawasan Terhadap Anak

Merespon kasus ini, Kombes Pol. Dwi Subagio mengimbau kepada seluruh orang tua untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas anak-anak mereka di media sosial. Ia menekankan pentingnya mengontrol penggunaan platform seperti Telegram, WhatsApp, dan media sosial lainnya, terutama bagi anak perempuan.

"Untuk kita semua, masyarakat, terutama orang tua yang memiliki anak-anaknya, terutama putri, tolong dikontrol terkait dengan penggunaan media sosial, baik Telegram, WA (Whatsapp), ataupun media sosial lainnya," katanya.

Kekhawatiran utama adalah potensi anak-anak terjerat dalam rayuan predator seks melalui media sosial. Jika hal ini terjadi, masa depan anak-anak tersebut bisa terancam. Oleh karena itu, kerjasama antara orang tua dan pihak kepolisian sangat dibutuhkan untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.

"Kita minta tolong kerjasamanya kita semua terutama orang tua, tolong jaga anak-anaknya," sebut Dwi.

Pihak kepolisian juga mengimbau kepada masyarakat untuk segera melaporkan kejadian serupa kepada pihak berwajib jika menemukan indikasi adanya korban predator seks di lingkungan sekitar.

"Kalau mereka menjadi korban segera lapor kepada pihak kepolisian terdekat," sambungnya.