Pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak: Jejak Kepemilikan dan Izin Usaha yang Bermasalah
Pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak: Jejak Kepemilikan dan Izin Usaha yang Bermasalah
Instruksi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah berujung pada pembongkaran objek wisata Hibisc Fantasy Puncak oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pada Kamis, 6 Maret 2025. Aksi ini dilatarbelakangi oleh dugaan pelanggaran izin pengelolaan lahan yang dilakukan oleh pihak pengelola wisata tersebut. Kasus ini mengungkap kompleksitas kepemilikan dan struktur bisnis yang melibatkan beberapa perusahaan, termasuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Barat.
PT Jaswita Lestari Jaya (JLJ), anak perusahaan dari BUMD PT Jaswita Jabar (Perseroda), menjadi aktor utama dalam pengembangan Hibisc Fantasy Puncak. PT Jaswita Jabar, yang sahamnya 100 persen dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, memegang 70 persen saham di JLJ. Sisanya, pada awal pendirian JLJ tahun 2018, dibagi antara PT Lestari Abadi Mandiri (29 persen) dan PT Anugrah Jaya Agung (1 persen). Namun, terjadi perubahan signifikan pada struktur kepemilikan di tahun 2023. Kepemilikan 30 persen saham yang sebelumnya dipegang oleh PT Lestari Abadi Mandiri dan PT Anugrah Jaya Agung beralih ke PT Bajo Tirta Juara. Perubahan ini menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan aset daerah.
Lebih lanjut, pembangunan Hibisc Fantasy Puncak juga melibatkan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN 8) sebagai mitra kerja PT JLJ. Kehadiran PT Laksmana, perusahaan asal Semarang, Jawa Tengah, sebagai pemodal lainnya semakin memperumit peta kepemilikan dan menggarisbawahi kerumitan struktur bisnis proyek ini. Modal dasar PT JLJ tercatat sebesar Rp 60 miliar, dengan kantor pusat berlokasi di Grha Jaswita, Jalan Lengkong Besar Nomor 135 Bandung, yang juga merupakan kantor pusat PT Jaswita Jabar.
Direktur Utama JLJ saat ini dijabat oleh Ridha Wirahman dan Direktur Operasional oleh Angga Syafriel Prasetyo Latief. Sedangkan, posisi Komisaris dipegang oleh Hendra Guntara dan Himawan. PT Jaswita Jabar sendiri memiliki portofolio bisnis yang beragam, baik yang dijalankan secara langsung maupun melalui anak perusahaannya, termasuk PT Jaswita Bumi Persada. Beberapa unit bisnisnya meliputi pengelolaan Waduk Darma, Gedung De Majestic, Pasar Kreatif Jawa Barat, Pondok Seni Pengandaran, serta layanan bengkel dan pencucian mobil MobileCare di Bogor dan Bandung. Selain itu, perusahaan ini juga terlibat dalam pengelolaan sejumlah hotel ternama, bermitra dengan beberapa pihak seperti Grand Hotel Preanger, Hotel Aryaduta Bandung, Hotel Salak Bogor, Hotel Perdana Wisata, dan Restoran Rindu Alam.
Peristiwa pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak ini menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan aset daerah dan implementasi izin usaha yang transparan. Investigasi lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengungkap secara detail proses perizinan, aliran dana, serta tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat dalam proyek ini. Kejelasan mengenai perubahan kepemilikan saham di JLJ juga menjadi krusial untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan tata kelola pemerintahan yang baik. Kasus ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran berharga bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan BUMD dan pengawasan terhadap proyek-proyek investasi di sektor pariwisata.