Paradoks Pariwisata Bali: Gemerlap Dunia, Kesenjangan Upah Pekerja Lokal
Bali, pulau dewata yang tersohor dengan keindahan alam dan budaya yang memikat, menjadi magnet bagi wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Kemewahan resor, gemerlap restoran bintang lima, dan denyut kehidupan malam yang dinamis, seolah menjadi representasi dari kesejahteraan dan kemakmuran. Namun, di balik citra glamor tersebut, tersembunyi realita yang kontras bagi sebagian besar pekerja lokal.
Upah Minimum Provinsi (UMP) Bali tahun 2025 yang ditetapkan sebesar Rp 2.996.561 per bulan, dinilai masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak, terutama di kawasan pariwisata yang biaya hidupnya tinggi. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, Ida Bagus Raka Suardana, menyoroti kesenjangan yang menganga antara upah minimum dengan biaya hidup sebagai permasalahan krusial yang menghambat kesejahteraan masyarakat lokal dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Kondisi ini diperparah dengan ketergantungan sebagian besar pekerja pada sektor informal dan pariwisata musiman, yang menyebabkan ketidakpastian pendapatan dan minimnya jaminan sosial. Penghasilan yang tidak menentu menyulitkan mereka untuk merencanakan masa depan dan meningkatkan kualitas hidup.
Selain itu, ketimpangan dalam pembagian keuntungan pariwisata juga menjadi isu yang mendalam. Sebagian besar keuntungan dinikmati oleh investor besar, baik dari dalam maupun luar negeri, sementara masyarakat lokal hanya mendapatkan bagian kecil dari kue pariwisata. Mereka terpaksa bekerja dengan upah standar, tanpa mendapatkan kompensasi yang sepadan dengan kontribusi mereka dalam menjaga dan melestarikan budaya Bali yang menjadi daya tarik utama pariwisata.
Beban ekonomi masyarakat Bali semakin berat dengan adanya kewajiban untuk menjaga tradisi dan melaksanakan upacara adat, yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pengeluaran adat ini seringkali tidak diperhitungkan dalam perhitungan kebutuhan hidup layak, sehingga semakin memperburuk kondisi ekonomi pekerja.
Raka Suardana menekankan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dalam mengatasi permasalahan ini. Ia mendorong pemerintah untuk melakukan penyesuaian upah berdasarkan kebutuhan hidup layak, memberikan pelatihan bagi pelaku sektor informal, dan menerapkan kebijakan sosial yang mendukung kesejahteraan masyarakat lokal.
Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:
- Penyesuaian Upah: Upah minimum harus disesuaikan dengan biaya hidup yang layak di masing-masing daerah, terutama di kawasan pariwisata.
- Pelatihan Sektor Informal: Pelatihan dan pendampingan bagi pelaku sektor informal diperlukan untuk meningkatkan keterampilan dan produktivitas mereka.
- Kebijakan Sosial: Pemerintah perlu menerapkan kebijakan sosial yang melindungi pekerja dari risiko ekonomi dan memberikan jaminan sosial yang memadai.
- Pembagian Keuntungan yang Adil: Keuntungan pariwisata harus didistribusikan secara adil, sehingga masyarakat lokal juga dapat menikmati manfaat dari pertumbuhan sektor pariwisata.
Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan kesenjangan antara gemerlap pariwisata Bali dengan kesejahteraan pekerja lokal dapat diperkecil, sehingga masyarakat Bali dapat hidup lebih sejahtera dan menikmati hasil dari kerja keras mereka dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya yang tak ternilai harganya.