Akhir Sebuah Legenda: Toko Kopi Berusia 4 Abad di Amsterdam Gulung Tikar
Amsterdam, kota yang kaya akan sejarah dan budaya, harus merelakan salah satu ikon kulinernya. 't Zonnetje, sebuah toko kopi yang telah berdiri selama 400 tahun, terpaksa menutup pintunya untuk selamanya.
Toko kopi yang terletak di Haarlemmerdijk ini, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari lanskap kota. Keberadaannya selama berabad-abad menjadikannya saksi bisu perkembangan Amsterdam. Namun, tingginya biaya sewa dan sengketa hukum yang berkepanjangan memaksa pemiliknya, Marie-Louise Velder, untuk mengambil keputusan berat ini. Marie-Louise Velder yang telah mengelola toko sejak tahun 1999, mengungkapkan kesedihannya atas penutupan ini. Ia merasa terpukul karena tempat bersejarah seperti 't Zonnetje harus menghilang, terlebih di saat kota Amsterdam bersiap merayakan hari jadinya yang ke-750.
't Zonnetje didirikan pada tahun 1642. Awalnya, toko ini menjual batu bara dan air kepada penduduk setempat. Seiring berjalannya waktu, 't Zonnetje mulai menjual teh dan kopi, menjadikannya salah satu toko kopi tertua di dunia. Toko ini terkenal dengan koleksi minumannya yang unik, termasuk biji kopi dari Ethiopia dan teh Lapsang Souchong dari Tiongkok. Di bawah kepemimpinan Marie, 't Zonnetje menawarkan lebih dari 30 jenis biji kopi dari berbagai negara, termasuk Arabika, Blue Mountain, Mokka, dan biji kopi dari Papua Nugini.
Selain kopi, toko ini juga menjual berbagai macam herbal dan teh dari berbagai negara. Bahkan menyediakan cangkir teh dan kopi dengan harga yang terjangkau. Sebelum pandemi Covid-19, pelanggan dapat menikmati kopi langsung di toko. Namun, setelah pandemi, Marie hanya menjual biji dan bubuk kopi saja. Jumlah pengunjung pun menurun drastis, sehingga Marie mengurangi jumlah jenis kopi yang dijual dari 30 menjadi 16 jenis saja.
Masalah semakin pelik ketika biaya sewa naik dua kali lipat, dari 18.000 euro menjadi 36.000 euro per tahun. Marie juga mendapat tekanan dari rekan bisnis yang ingin mengambil alih toko tersebut. Kondisi ini membuat masa depan 't Zonnetje semakin tidak pasti. Akhirnya, dengan berat hati, Marie memutuskan untuk menutup toko kopi tersebut pada akhir Mei.
Penutupan 't Zonnetje tentu menjadi pukulan berat bagi para pelanggan setianya. Banyak dari mereka yang datang untuk membeli kopi dan teh sebelum toko bersejarah ini benar-benar tutup. Marie pun merasa terharu dengan dukungan yang ia terima dari para pelanggannya. Meskipun sedih, ia tetap bersyukur atas kenangan indah yang telah ia ukir bersama 't Zonnetje selama bertahun-tahun.
Kisah 't Zonnetje menjadi pengingat akan pentingnya menjaga warisan budaya dan sejarah. Di tengah gempuran modernisasi, toko-toko tradisional seperti 't Zonnetje memiliki nilai yang tak ternilai harganya. Keberadaan mereka tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga memperkaya identitas suatu kota.