Indonesia dalam Keadaan Darurat Kekerasan Seksual, Kementerian PPPA Tingkatkan Upaya Penanganan

Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, menyatakan bahwa Indonesia tengah menghadapi situasi darurat kekerasan seksual. Pernyataan ini muncul seiring dengan meningkatnya kesadaran dan keberanian korban untuk melaporkan kasus yang mereka alami, meskipun fenomena sebenarnya diyakini jauh lebih besar dari yang terungkap.

Dalam kunjungannya ke Kabupaten Buleleng, Bali, Veronica Tan menyoroti pentingnya penanganan komprehensif terhadap kasus kekerasan seksual, yang menurutnya seperti fenomena gunung es. Banyak kasus yang tidak dilaporkan menjadi perhatian serius Kementerian PPPA. Veronica Tan menekankan bahwa kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi di Buleleng, tetapi juga di berbagai daerah seperti NTT, Papua, dan Batam.

Kementerian PPPA saat ini berfokus pada dua strategi utama: penguatan sistem pengaduan dan peningkatan edukasi publik secara berkelanjutan. Langkah ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak korban untuk berani melapor dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu kekerasan seksual.

Veronica Tan mengapresiasi keberanian perempuan yang kini lebih berani melaporkan dan memviralkan kasus kekerasan seksual. Ia juga menyoroti adanya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum polisi dan dokter. Oleh karena itu, Kementerian PPPA mendorong keterlibatan semua pihak dalam mengawal proses hukum agar pelaku kekerasan mendapatkan hukuman maksimal sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Kami mendorong agar hukum diterapkan secara maksimal. Ini yang kami perjuangkan. Hakim harus memiliki persepsi yang sama bahwa hukum harus memberikan efek jera. Penerapan hukum maksimal harus dipandang dari Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan Undang-Undang Perlindungan Anak," tegas Veronica Tan.

Ia menambahkan bahwa penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak harus dilakukan secara holistik dan mempertimbangkan dampak jangka panjang yang dialami korban, baik secara fisik maupun psikologis. Setiap tahapan proses hukum harus dievaluasi dengan cermat untuk memastikan perlindungan dan pemulihan korban.

"Setiap tahapan harus diperhatikan. Tidak bisa dilakukan secara parsial. Dampak kekerasan sangat panjang, menyebabkan trauma, penyakit, dan gangguan psikologis. Hukuman maksimal akan memberikan efek jera," jelasnya.

Selain itu, Veronica Tan menegaskan bahwa Kementerian PPPA memiliki tugas untuk mengawal dan memastikan bahwa proses hukum berjalan maksimal demi melindungi korban. Kerja sama dengan penegak hukum menjadi kunci keberhasilan dalam penanganan kasus kekerasan seksual.

Selain penguatan sistem pengaduan dan penegakan hukum, edukasi bersama juga menjadi salah satu upaya pencegahan kekerasan yang penting. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, diharapkan dapat mengurangi angka kekerasan seksual dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi perempuan dan anak-anak.

Upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual melibatkan beberapa aspek penting, di antaranya:

  • Penguatan sistem pengaduan: Mempermudah akses bagi korban untuk melaporkan kasus kekerasan yang dialami.
  • Edukasi publik: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu kekerasan seksual, dampaknya, dan cara mencegahnya.
  • Penegakan hukum: Memastikan pelaku kekerasan mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  • Pemulihan korban: Memberikan dukungan psikologis, medis, dan sosial kepada korban untuk membantu mereka pulih dari trauma.
  • Kerja sama lintas sektor: Melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, tokoh agama, dan masyarakat umum, dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

Dengan upaya yang komprehensif dan melibatkan seluruh elemen masyarakat, diharapkan Indonesia dapat keluar dari situasi darurat kekerasan seksual dan menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman bagi semua.