Kredit Fiktif BPR Purworejo: Tersangka Mengklaim Prosedur Bank Dilanggar

Kasus kredit fiktif yang menjerat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Purworejo dengan kerugian mencapai Rp 3,4 miliar memasuki babak baru. Tersangka utama dalam kasus ini, yang merupakan pemilik dan Direktur PT Puriland Development, mengklaim bahwa praktik pemberian kredit di internal bank tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang seharusnya.

Menurut keterangan Kapolres Purworejo, AKBP Andry Agustiano, modus operandi yang digunakan tersangka adalah mengajukan kredit tanpa melampirkan aset jaminan yang sah. Modus ini melibatkan penerbitan covernote tanpa adanya agunan yang mendasari, sehingga dalam 13 pengajuan kredit, bank tidak memiliki jaminan yang semestinya menjadi persyaratan utama. Covernote sendiri merupakan surat keterangan yang dikeluarkan oleh notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai jaminan sementara bahwa proses pengikatan jaminan atau pembuatan sertifikat sedang berlangsung. Hal ini memungkinkan bank mencairkan kredit sebelum proses tersebut rampung.

Tersangka, dalam pembelaannya, menuding bahwa ketidakpatuhan terhadap SOP tidak hanya dilakukan olehnya, melainkan juga melibatkan jajaran direktur hingga analis kredit. Ia berpendapat bahwa mereka tidak melakukan verifikasi legalitas secara detail sebelum menyetujui pemberian kredit. Kasus ini sendiri terjadi pada periode 2019-2020 dan menyebabkan kerugian negara yang signifikan.

Saat ini, tersangka telah diamankan oleh pihak kepolisian untuk menjalani proses pemeriksaan lebih lanjut. Kasus ini mencuat setelah BPR Purworejo dinyatakan bangkrut pada Februari 2024. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mencabut izin usaha bank tersebut berdasarkan Surat Keputusan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-20/D.03/2024 tanggal 20 Februari 2024. Pencabutan izin usaha ini diikuti dengan proses likuidasi terhadap Perumda BPR Bank Purworejo. Bank milik Pemerintah Daerah Purworejo tersebut mengalami kebangkrutan akibat berbagai masalah, termasuk praktik korupsi dengan modus kredit fiktif.

Berikut poin-poin terkait kasus ini:

  • Modus: Pengajuan kredit tanpa jaminan dengan covernote.
  • Kerugian: Rp 3,4 Miliar
  • Periode: 2019-2020
  • Status Bank: Bangkrut (Februari 2024)
  • Tindakan OJK: Pencabutan izin usaha dan likuidasi.
  • Alasan Kebangkrutan: Korupsi, termasuk kredit fiktif