Kemenkes Akui Pembiaran Masalah PPDS, Tindakan Tegas Akan Diberlakukan
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menanggapi serius sorotan dari Komisi IX DPR RI terkait berbagai permasalahan yang mencuat dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), termasuk praktik bullying. Menkes mengakui bahwa akar permasalahan ini adalah adanya pembiaran yang berlangsung lama.
Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Budi Gunadi mengidentifikasi tiga isu utama dalam PPDS: kekurangan jumlah spesialis, distribusi yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia, dan kualitas pendidikan yang perlu ditingkatkan. Ia mengakui bahwa mengakui adanya masalah dalam kualitas etika dan budaya dokter menjadi tantangan tersendiri.
"Masalah kita di PPDS adalah jumlah spesialis yang kurang, distribusinya tidak merata, dan sekarang muncul masalah ketiga yaitu mutu. Mutu ini mencakup keterampilan, etika, dan budaya," ujar Budi Gunadi.
Menkes menekankan pentingnya keterbukaan dan keberanian untuk mengakui masalah yang ada. Ia menyatakan bahwa mengakui kekurangan dan masalah etika dalam lingkungan pembelajaran klinis merupakan langkah awal yang sulit, namun esensial.
Budi Gunadi meyakinkan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendiktisaintek) memiliki kesamaan visi untuk memperbaiki sistem PPDS. Ia mengungkapkan bahwa masalah PPDS telah lama dibiarkan, sehingga menjadi semakin kompleks.
"Dulu, pendidikan kedokteran tidak seperti ini. Sekarang menjadi seperti ini karena ada pembiaran," tegasnya.
Sebagai bentuk tanggung jawab, Kemenkes akan mengambil tindakan tegas terhadap dokter yang terlibat dalam praktik yang melanggar aturan. Tindakan ini termasuk pencabutan izin praktik dan penindakan hukum.
"Kami akan membekukan Surat Tanda Registrasi (STR) dan izin praktik dokter yang terlibat. Jika terbukti bersalah, izin praktik mereka akan dicabut seumur hidup," tegas Budi Gunadi.
Menkes menyadari bahwa tindakan ini mungkin tidak populer, tetapi ia yakin bahwa langkah tegas ini diperlukan untuk melindungi dokter-dokter yang baik dan mencegah terjadinya praktik yang merugikan di masa depan. Proses hukum akan ditempuh secara transparan tanpa ada intervensi.
Selain itu, Kemenkes juga akan menata ulang sistem pendidikan dokter spesialis secara menyeluruh. Hal ini mencakup penertiban praktik pembayaran ilegal, iuran yang tidak jelas, dan perlakuan tidak pantas terhadap peserta PPDS.
Sebelumnya, anggota Komisi IX DPR RI, Uya Kuya, mengungkapkan dua kasus bullying yang terjadi di PPDS. Salah satu kasus melibatkan seorang mantan dokter PPDS di Bandung yang mengalami perundungan fisik, termasuk dipaksa berdiri dengan satu kaki selama berjam-jam, push-up, dan mengangkat kursi lipat. Selain itu, korban juga dipaksa membayar servis mobil senior dan biaya clubbing hingga mencapai ratusan juta rupiah.
Kasus lain terjadi di sebuah universitas ternama di Yogyakarta, di mana seorang mantan peserta PPDS mengalami perundungan berupa parade setiap malam, penghakiman fisik, pelemparan botol, pemukulan, dan persekusi di ruangan sempit atas perintah senior.
Berikut beberapa point yang disampaikan oleh Uya Kuya:
- Korban dipaksa membayar biaya hiburan senior hingga mencapai 500 juta rupiah selama 3 semester.
- Pada semester pertama, korban harus menyediakan tas Doraemon berisi 20 barang untuk kebutuhan senior.
Kemenkes berkomitmen untuk menindaklanjuti semua laporan dan memastikan lingkungan pendidikan dokter spesialis yang aman dan kondusif.