May Day di Malang: Buruh Tuntut Pencabutan UU Cipta Kerja dan Penegakan Hak Pekerja

Ratusan buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kota Malang pada peringatan Hari Buruh Internasional, Kamis (1/5/2025). Aksi ini menjadi wadah bagi para pekerja untuk menyuarakan aspirasi mereka terkait berbagai isu krusial, mulai dari penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja hingga persoalan penahanan ijazah yang masih kerap terjadi.

Inti dari aksi ini adalah tuntutan pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja, yang dianggap oleh SPBI sebagai bentuk penindasan dan pemiskinan buruh. Fatkhul Khoir, Sekretaris Jenderal Komite Pusat SPBI, dengan tegas menyatakan bahwa UU Cipta Kerja lebih menguntungkan investor daripada pekerja. Ia menggambarkan kondisi saat ini sebagai "surga bagi investasi dan neraka bagi buruh," di mana upah murah, kemudahan PHK, perlindungan hukum yang lemah, serta maraknya sistem kerja kontrak dan alih daya menjadi beban berat bagi kaum pekerja.

Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terus menghantui berbagai sektor industri juga menjadi perhatian utama dalam aksi tersebut. SPBI menyoroti bahwa PHK seringkali disebabkan oleh ketidakstabilan ekonomi dan kurangnya solusi konkret dari pemerintah. Mereka mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam memperkuat ketahanan ekonomi nasional yang berpihak pada kepentingan pekerja. Sektor tekstil di Malang diprediksi akan menjadi salah satu yang paling terpukul akibat serbuan impor dari luar negeri.

SPBI menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab dalam menciptakan lapangan pekerjaan pengganti bagi para pekerja yang terkena PHK, terutama bagi mereka yang berusia di atas 35 tahun dan kesulitan mencari pekerjaan baru. Mereka juga menyerukan penegakan supremasi sipil serta perwujudan perlindungan dan kesejahteraan yang nyata bagi seluruh buruh Indonesia.

Isu penahanan ijazah, yang masih menjadi momok bagi sebagian pekerja, juga menjadi sorotan dalam aksi ini. SPBI menilai bahwa praktik ini mencerminkan lemahnya pengawasan ketenagakerjaan. Meskipun sudah ada peraturan yang melarang penahanan ijazah, penegakan hukumnya dinilai belum optimal. Fatkhul Khoir menegaskan bahwa jika pengawasan dan penindakan terhadap perusahaan pelanggar berjalan efektif, masalah penahanan ijazah seharusnya tidak akan berlarut-larut.

SPBI menyatakan sikapnya yang tidak mempermasalahkan upaya pengumpulan buruh di tempat lain oleh pemerintah setempat, karena hal itu merupakan hak masing-masing serikat. Namun, mereka menegaskan bahwa SPBI akan selalu siap berhadapan dengan pemerintah selama kebijakan yang ada belum berpihak pada kepentingan kaum buruh. "Kami akan terus berhadap-hadapan dengan pemerintah selama pemerintah belum berpihak kepada masyarakat, dan belum berpihak kepada rakyat, terutama kaum buruh," tegas Fatkhul Khoir.

Dalam aksi May Day ini, SPBI menyampaikan sejumlah tuntutan konkret kepada pemerintah, antara lain:

  • Mencabut Undang-Undang Cipta Kerja
  • Menghentikan PHK dan menciptakan lapangan kerja baru
  • Menegakkan supremasi sipil dan melindungi hak-hak buruh
  • Menindak tegas perusahaan yang menahan ijazah pekerja
  • Mewujudkan kesejahteraan yang nyata bagi seluruh buruh Indonesia

Aksi ini menjadi momentum bagi SPBI untuk memperkuat solidaritas dan perjuangan mereka dalam membela hak-hak kaum buruh. Mereka berharap pemerintah dapat mendengarkan aspirasi para pekerja dan mengambil langkah-langkah yang konkret untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh buruh Indonesia.