Eskalasi Retorika, Tiongkok Gambarkan AS sebagai 'Kapal Kecil Terdampar' dalam Kampanye Anti-Hegemoni
Perseteruan ekonomi antara Tiongkok dan Amerika Serikat semakin meruncing, tidak hanya di ranah kebijakan perdagangan, tetapi juga merambah ke medan pertempuran opini publik melalui media sosial. Kementerian Luar Negeri Tiongkok baru-baru ini meluncurkan sebuah video yang menyerukan kepada komunitas internasional untuk menentang dominasi AS, yang mereka sebut sebagai 'pengganggu'.
Dalam video tersebut, dengan narasi berbahasa Inggris dan teks Mandarin, Kemenlu Tiongkok menyampaikan pesan bahwa menyerah pada tekanan eksternal, khususnya dari AS, sama saja dengan mencari solusi instan yang justru memperburuk masalah. Mereka mengklaim bahwa sejarah telah membuktikan bahwa kompromi dengan kekuatan dominan tidak akan membawa belas kasihan, melainkan hanya mengundang lebih banyak intimidasi. Posisi Tiongkok ditegaskan dengan pernyataan bahwa mereka tidak akan bertekuk lutut.
Video propaganda tersebut menyoroti serangkaian peristiwa historis yang diklaim sebagai contoh agresi ekonomi AS. Beberapa contoh yang diangkat termasuk:
- Tekanan terhadap perusahaan-perusahaan seperti Toshiba dan Alstom yang berujung pada restrukturisasi paksa.
- Pemicuan krisis keuangan di berbagai negara.
- Penyebab kebangkrutan perusahaan-perusahaan.
- Menyebabkan stagnasi pertumbuhan ekonomi Jepang selama beberapa dekade.
Sebagai kontras, Tiongkok mempromosikan diri sebagai pusat perdagangan bebas yang aman bagi investasi dan kemitraan internasional. Mereka menegaskan komitmen untuk berdiri teguh menghadapi tantangan eksternal dan memposisikan diri sebagai pelopor dalam menyingkirkan hambatan perdagangan dan membuka jalan bagi kerjasama global.
Pesan utama video tersebut adalah ajakan kepada negara-negara lain untuk berani melawan hegemoni AS. Meskipun video tersebut tidak secara eksplisit menyebutkan tarif impor yang diterapkan oleh pemerintahan Trump terhadap barang-barang Tiongkok atau tarif balasan yang dikenakan oleh Tiongkok, pesan yang disampaikan jelas merupakan respons terhadap tekanan perdagangan yang sedang berlangsung.
Di tengah ketidakpastian mengenai masa depan kebijakan perdagangan, dengan Trump mengisyaratkan potensi penurunan tarif atas barang-barang Tiongkok dan Menteri Keuangan Scott Bessent menyatakan bahwa tarif tinggi tidak berkelanjutan, Tiongkok terus menekankan perlunya tawaran yang substantif dari pihak AS. Meskipun kedua negara mengklaim terus berkomunikasi, Tiongkok berulang kali membantah bahwa negosiasi perdagangan sedang berlangsung.
Lebih lanjut, Tiongkok mendesak negara-negara lain untuk mengambil sikap tegas dan menolak untuk tunduk pada tekanan AS. Mereka menggambarkan Amerika Serikat sebagai 'macan kertas', dengan mengklaim bahwa impor dan ekspor AS hanya mewakili sebagian kecil dari perdagangan global dan bahwa AS tidak mewakili seluruh dunia. Dalam nada yang provokatif, Kemenlu Tiongkok menyatakan bahwa 'Ketika seluruh dunia bersatu dalam solidaritas, AS hanyalah sebuah kapal kecil yang terdampar' dan memperingatkan bahwa AS akan terus bersikap tidak menentu dan menggunakan taktik yang keras.