Biodiversitas Unggas Indonesia Meningkat: Temuan 30 Spesies Baru dalam Lima Tahun Terakhir

Indonesia kembali mencatatkan kabar baik dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati. Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengumumkan penemuan 30 spesies burung baru di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Penemuan ini semakin memperkaya daftar panjang kekayaan fauna di negeri ini, sekaligus menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko, mengungkapkan bahwa publikasi terbaru dari Burung Indonesia mencatat total 1.835 spesies burung yang hidup di wilayah Nusantara. Angka ini mencakup sekitar 17 persen dari total populasi burung yang ada di seluruh dunia. Hal ini semakin mengukuhkan bahwa Indonesia adalah rumah bagi keanekaragaman hayati yang sangat luar biasa dan masih menyimpan potensi yang besar untuk terus digali.

Dari 30 spesies burung yang baru ditemukan tersebut, 12 di antaranya merupakan spesies yang benar-benar baru dan dideskripsikan secara ilmiah, sementara sisanya merupakan hasil pemisahan taksonomi, yang berarti bahwa spesies yang sebelumnya dianggap sama kini diakui sebagai spesies yang berbeda berdasarkan perbedaan genetik dan karakteristik fisiknya. Dari total 1.835 spesies burung yang ada di Indonesia, tercatat 558 spesies dilindungi, 542 spesies endemik (hanya ditemukan di Indonesia), dan 470 spesies dengan sebaran terbatas (hanya ditemukan di wilayah tertentu di Indonesia).

Keberadaan burung di Indonesia sangat beragam, terbagi menjadi 24 ordo (bangsa) dan 129 famili (suku). Dari jumlah tersebut, 1.559 spesies merupakan jenis penetap, yang berarti mereka menghabiskan seluruh siklus hidupnya di wilayah Indonesia. Sementara itu, 276 spesies lainnya teridentifikasi sebagai burung migran yang melewati wilayah Indonesia dalam perjalanan migrasinya.

Namun, kabar baik ini juga diiringi dengan catatan penting mengenai perubahan status konservasi beberapa spesies burung. Berdasarkan evaluasi terbaru, 12 spesies mengalami peningkatan status keterancaman, yang berarti populasi mereka semakin terancam punah. Sebagian besar dari spesies ini adalah kelompok burung air dan burung migran, yang rentan terhadap perubahan habitat dan gangguan lingkungan.

Di sisi lain, ada juga kabar menggembirakan, dimana 18 dari 30 spesies mengalami penurunan status keterancaman. Hal ini mengindikasikan adanya perubahan positif di lapangan, seperti peningkatan populasi, perbaikan habitat, atau penurunan ancaman terhadap kelangsungan hidup mereka. Contohnya adalah Pecuk-ular asia (Anhinga melanogaster) dan Ibis cucuk-besi (Threskiornis melanocephalus), dua spesies yang populasinya menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Untuk menjaga populasi burung di Indonesia, Kemenhut telah membentuk Kemitraan Nasional Konservasi Burung Bermigrasi dan Habitatnya (KNKBBH). Kemitraan ini bertujuan untuk mengakomodasi semua pihak yang terlibat dalam pengawasan dan pengamatan burung migran, mulai dari peneliti, praktisi, pemerhati, Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Ditjen KSDAE, hingga masyarakat umum (citizen science).

Satyawan menegaskan bahwa pengembangan kemitraan ini adalah wujud komitmen pemerintah terhadap pelestarian seluruh keanekaragaman burung migran, yang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Upaya konservasi yang berkelanjutan sangat penting untuk memastikan bahwa kekayaan biodiversitas Indonesia tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.