Kontroversi Insentif Pelepasan Hiu dan Pari: Antara Konservasi dan Potensi Eksploitasi

Dilema Insentif Pelepasan Hiu dan Pari: Menjaga Laut, Menguji Etika

Populasi hiu dan pari di seluruh dunia mengalami penurunan yang mengkhawatirkan, terutama akibat praktik penangkapan berlebihan. Meskipun kadang menjadi target perburuan untuk sirip dan dagingnya, seringkali mereka menjadi tangkapan sampingan dalam operasi penangkapan ikan yang menargetkan spesies lain. Kondisi ini mengancam keseimbangan ekosistem laut, merusak potensi pariwisata, dan memperburuk krisis iklim akibat penurunan ketahanan ekosistem laut.

Mengatasi masalah penangkapan berlebihan ini bukanlah perkara sederhana, mengingat kompleksitas sosial dan ekonomi yang terlibat. Banyak nelayan skala kecil di wilayah pesisir bergantung pada hasil tangkapan laut, termasuk hiu dan pari yang terancam punah, untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Lalu bagaimana kita bisa menyeimbangkan kebutuhan konservasi dengan kesejahteraan masyarakat pesisir?

Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Science Advances menawarkan solusi inovatif: memberikan imbalan kepada nelayan untuk melepaskan hiu dan pari yang tertangkap secara tidak sengaja. Insentif ini diharapkan dapat mendorong perilaku konservasi sekaligus meningkatkan taraf hidup nelayan. Namun, pendekatan ini juga memunculkan potensi konsekuensi yang tidak diinginkan yang dapat menggagalkan upaya konservasi itu sendiri. Oleh karena itu, desain dan evaluasi program insentif harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

Uji Coba dan Temuan Tak Terduga

Dalam studi tahun 2020, nelayan mengakui bahwa spesies seperti ikan baji dan hiu martil seringkali tertangkap sebagai tangkapan sampingan. Namun, mereka enggan melepaskannya karena hilangnya potensi sumber pangan dan pendapatan. Menyadari hal ini, tim peneliti mengeksplorasi berbagai jenis insentif yang dapat memotivasi perubahan perilaku nelayan.

Kebersamaan Untuk Lautan, sebuah organisasi filantropi lokal, didirikan untuk menjalankan program insentif. Nelayan diberikan kompensasi tunai, antara 2 hingga 7 dollar AS, untuk setiap ikan baji atau hiu martil yang berhasil dilepaskan dengan aman, disertai bukti video. Program ini bertujuan untuk memberikan alternatif pendapatan tanpa mengorbankan upaya konservasi.

Seiring berjalannya program, muncul kekhawatiran bahwa insentif dapat memicu praktik penangkapan yang tidak bertanggung jawab. Nelayan mungkin termotivasi untuk meningkatkan tangkapan mereka demi mendapatkan lebih banyak kompensasi, yang justru bertentangan dengan tujuan konservasi. Untuk menguji efektivitas insentif, sebuah eksperimen dilakukan dengan membagi 87 kapal nelayan dari Aceh dan Nusa Tenggara Barat menjadi dua kelompok: satu kelompok menerima kompensasi untuk pelepasan ikan, sementara yang lain tidak.

Data yang dikumpulkan selama 16 bulan pertama program (Mei 2022 – Juli 2023) menunjukkan bahwa meskipun kompensasi meningkatkan jumlah pelepasan ikan, beberapa nelayan justru meningkatkan upaya penangkapan mereka. Temuan ini menunjukkan bahwa insentif finansial, jika tidak dirancang dengan hati-hati, dapat memiliki efek samping yang merugikan.

Evaluasi dan Adaptasi Program

Menanggapi temuan ini, skema kompensasi dimodifikasi dengan mengatur ulang jumlah imbalan dan membatasi jumlah pelepasan yang dapat diklaim setiap kapal per minggu. Selain itu, program tukar alat tangkap diuji coba, di mana nelayan dapat menukar jaring mereka dengan alat tangkap yang lebih selektif dan mengurangi tangkapan sampingan.

Studi lain dari Thresher Shark Indonesia menunjukkan bahwa program mata pencaharian alternatif berhasil mengurangi tangkapan hiu perontok hingga lebih dari 90 persen. Hal ini menunjukkan bahwa insentif positif, jika dirancang dengan tepat, dapat menjadi instrumen penting untuk mengatasi krisis keanekaragaman hayati secara adil dan berkelanjutan.

Keadilan dan Tanggung Jawab Bersama

Industri perikanan skala kecil di negara berkembang seringkali menanggung beban konservasi, sementara perusahaan perikanan komersial yang lebih besar terus menghasilkan keuntungan besar sambil menyebabkan kerusakan akibat penangkapan berlebihan. Keadilan menuntut agar semua pihak bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian sumber daya laut.

Insentif konservasi harus dirancang dengan cermat dan dievaluasi secara ketat untuk memastikan bahwa mereka mendorong tindakan yang tepat dan memberikan dampak yang diinginkan. Dengan pendekatan yang bijaksana dan kolaboratif, kita dapat mencapai keseimbangan antara konservasi laut dan kesejahteraan masyarakat pesisir.