Kasus Hukum Pertamina: Impor BBM RI Tetap Berlanjut, Transparansi Diperkuat
Kasus Hukum Pertamina dan Dampaknya terhadap Impor BBM Indonesia
PT Pertamina (Persero) saat ini tengah menghadapi proses hukum yang terkait dengan tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada periode 2018-2023. Penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung ini menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap impor Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia. Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin (3/3/2025), menyatakan bahwa meskipun adanya kasus tersebut, impor BBM akan tetap berlanjut. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa produksi dalam negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan nasional.
Saat ini, sekitar 42% kebutuhan minyak mentah dan 42% kebutuhan produk BBM Indonesia masih bergantung pada impor. Mantiri menegaskan pentingnya impor untuk menjaga ketahanan dan ketersediaan energi bagi masyarakat. "Kurang lebih 40% kebutuhan minyak mentah dan 42% kebutuhan produk BBM kita bersumber dari luar negeri. Hal ini krusial untuk memastikan ketahanan dan ketersediaan energi bagi masyarakat," ujarnya. Pernyataan ini menekankan ketergantungan Indonesia pada impor sebagai penopang utama sektor energi nasional, sebuah realita yang tidak dapat diabaikan meskipun terdapat permasalahan hukum yang sedang dihadapi perusahaan.
Namun, Pertamina berkomitmen untuk meningkatkan transparansi dan tata kelola yang lebih baik sebagai respons atas kasus hukum yang sedang berjalan. Kerja sama dan koordinasi yang erat antara Pertamina dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan ditingkatkan untuk mengevaluasi seluruh proses yang ada dan menutup celah-celah yang memungkinkan terjadinya penyimpangan. Mantiri menekankan komitmen perusahaan untuk memperbaiki proses dan mencegah dampak negatif terhadap perusahaan dan keuangan negara. "Celah-celah yang terungkap dalam fakta hukum akan diperbaiki, dan kami akan berupaya memastikan pengelolaan yang transparan agar tidak berdampak negatif terhadap perusahaan atau keuangan negara," tegasnya.
Wakil Direktur Utama Pertamina, Wiko Migantoro, senada dengan Mantiri, menekankan pentingnya transparansi dalam proses impor minyak. Upaya ini selaras dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi angka impor dan mencapai swasembada energi. Meskipun demikian, Migantoro mengakui bahwa peningkatan kebutuhan energi seiring pertumbuhan industri membuat impor masih menjadi keniscayaan. "Dengan pertumbuhan industri dan meningkatnya kebutuhan energi masyarakat, jika kita masih memerlukan impor, kita akan memperbaiki tata kelola impor dengan mengevaluasi proses yang berjalan dan berkoordinasi dengan pemerintah," jelasnya. Pernyataan ini menunjukkan komitmen Pertamina untuk berbenah dan memperbaiki sistem, di tengah tantangan mempertahankan ketahanan energi nasional.
Ke depan, fokus Pertamina akan terbagi antara menyelesaikan permasalahan hukum yang dihadapi dan menjaga stabilitas pasokan energi nasional. Tantangan ini membutuhkan kolaborasi yang kuat antara Pertamina, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan ketahanan energi Indonesia di tengah dinamika global dan permasalahan internal yang dihadapi.