BPS Tanggapi Laporan Bank Dunia Mengenai Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan tanggapan terhadap laporan terbaru dari Bank Dunia yang menyoroti tingkat kemiskinan di Indonesia. Laporan tersebut menyebutkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan jika menggunakan standar pengeluaran negara berpendapatan menengah ke atas.
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa laporan Bank Dunia tersebut sebaiknya dilihat sebagai referensi, bukan sebagai standar yang harus mutlak diterapkan di Indonesia. Amalia menyampaikan pernyataan ini di Kompleks Istana, Jakarta, pada hari Rabu, 30 April 2025. Menurutnya, setiap negara memiliki karakteristik dan standar hidup yang unik, sehingga garis kemiskinan nasional (national poverty line) harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing.
Bank Dunia menggunakan standar upper middle class dalam mengukur kemiskinan. Selain itu, Bank Dunia sendiri mengakui bahwa global poverty line yang mereka tetapkan tidak harus menjadi acuan tunggal bagi setiap negara. Amalia menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk memiliki garis kemiskinan sendiri yang mencerminkan realitas sosial dan ekonomi di berbagai daerah.
Amalia mencontohkan bahwa garis kemiskinan di Indonesia berbeda-beda antara satu provinsi dengan provinsi lainnya. Penghitungan angka kemiskinan nasional didasarkan pada agregasi data kemiskinan dari masing-masing provinsi, bukan menggunakan standar nasional tunggal. Hal ini memungkinkan BPS untuk memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai kondisi kemiskinan di berbagai wilayah Indonesia.
Laporan Bank Dunia, yang berjudul Macro Poverty Outlook edisi April 2025, memperkirakan bahwa 60,3 persen penduduk Indonesia hidup dengan pengeluaran kurang dari 6,85 dollar AS per kapita per hari (berdasarkan Purchasing Power Parity/PPP 2017) pada tahun 2024. Dengan asumsi kurs Rp 16.780 per dollar AS, angka ini setara dengan sekitar Rp 115.000 per hari. Jika dihitung dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 285,1 juta jiwa, maka sekitar 171,9 juta penduduk Indonesia tergolong miskin menurut standar Bank Dunia.
Angka ini menunjukkan penurunan yang relatif kecil dibandingkan dengan tahun 2023, di mana persentase penduduk miskin mencapai 61,8 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi, manfaatnya belum dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang berada di kelas menengah ke bawah.