Terpuruk dalam Krisis Harga, Petani Rumput Laut Nunukan Menanti Uluran Tangan Pemerintah Daerah
Keterpurukan ekonomi melanda para petani rumput laut di Nunukan, Kalimantan Utara, akibat anjloknya harga komoditas andalan mereka, cottoni, selama hampir dua tahun terakhir. Dampak dari situasi ini sangat terasa, dengan banyak petani yang terpaksa gulung tikar dan para perantau yang kembali ke kampung halaman.
Pada tahun 2023, harga rumput laut sempat mencapai titik tertinggi, yaitu Rp 42.000 per kilogram. Namun, harga yang menggiurkan ini dibarengi dengan standar kualitas yang ketat, terutama kadar kekeringan antara 37-38 persen. Ketidaksiapan para petani dalam memenuhi standar ini mengakibatkan harga berangsur-angsur turun dan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan hingga saat ini.
Kamaruddin, Ketua Koperasi Rumput Laut Mamolok Sejahtera, mengungkapkan bahwa harga rumput laut saat ini sangat bervariatif, tergantung pada kadar kekeringannya. Rumput laut dengan kekeringan 38 persen dihargai Rp 13.000 per kilogram, sedangkan yang memiliki kadar 45-50 persen hanya dihargai Rp 8.000 per kilogram. Penurunan harga ini telah memadamkan semangat para petani, banyak di antara mereka yang telah menyerah dan mencari pekerjaan alternatif setelah menunggu selama setahun.
Kondisi ini diperparah dengan penurunan produksi rumput laut di Nunukan. Permintaan pasar yang dulunya tinggi dari Sulawesi Selatan kini hanya bergantung pada Surabaya. Produksi rumput laut Nunukan diperkirakan telah menurun hingga 50 persen, dari sekitar 7.000 ton per bulan pada akhir 2023 menjadi hanya setengahnya saat ini.
Meski terus merugi, sebagian petani yang masih bertahan memiliki dua alasan utama. Pertama, harapan akan harga yang kembali tinggi, dan kedua, kesulitan mencari pekerjaan alternatif di tengah lesunya perekonomian Nunukan. Mereka terus berjuang meski dengan kerugian, sambil berharap adanya perubahan positif.
Kamaruddin juga telah berupaya mencari solusi dengan melakukan audiensi dengan Pemerintah Daerah Nunukan. Dalam pertemuan tersebut, dua isu utama menjadi fokus pembahasan, yaitu masalah kualitas rumput laut dan hama pengganggu tanaman. Ia berharap Pemda Nunukan dapat menjalin kerjasama dengan Universitas Borneo Tarakan atau Politeknik Negeri Nunukan untuk memberikan edukasi dan pemahaman mengenai standar kualitas yang diinginkan oleh pembeli.
"Pembudidaya, pembeli, sampai pengirim rumput laut tidak terlalu mengerti seperti apa kadar yang dimau. Untuk meningkatkan kualitas, perlu adanya forum khusus membahas bagaimana kualitas meningkat dan harga kembali bagus," ujar Kamaruddin.
Berikut adalah poin-poin penting yang dibahas dalam audiensi tersebut:
- Peningkatan Kualitas Rumput Laut: Perlunya edukasi dan pemahaman yang lebih baik mengenai standar kualitas yang diinginkan pasar.
- Pengendalian Hama: Mengatasi masalah hama yang mengganggu tanaman rumput laut.
- Kemitraan dengan Institusi Pendidikan: Melibatkan Universitas Borneo Tarakan atau Politeknik Negeri Nunukan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani.
- Forum Diskusi: Membentuk forum khusus untuk membahas strategi peningkatan kualitas dan harga rumput laut.