SPBU di Serang Terungkap Oplos Pertamax dengan BBM Ilegal: Dampak Buruk Mengintai Mesin Kendaraan

Aparat kepolisian membongkar praktik pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) di sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman, Ciceri, Kota Serang, Banten. Modusnya, SPBU tersebut mencampurkan Pertamax dengan BBM olahan ilegal, menimbulkan kekhawatiran serius mengenai dampaknya terhadap performa dan usia mesin kendaraan.

Terungkapnya kasus ini bermula dari penyelidikan mendalam yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten. Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Banten, AKBP Bronto Budiyono, menegaskan bahwa penggunaan Pertamax oplosan ini sangat berpotensi merusak komponen-komponen vital pada mesin kendaraan. "Pembakaran yang tidak sempurna akibat penggunaan BBM oplosan dapat memicu timbulnya kerak pada mesin, mempercepat keausan komponen, dan secara keseluruhan menurunkan kinerja mesin kendaraan," jelas Bronto saat konferensi pers di Mapolda Banten, Rabu (30/4/2025).

Lebih lanjut, Bronto menjelaskan bahwa kerusakan ini diakibatkan oleh perbedaan signifikan pada titik didih antara Pertamax asli dan BBM oplosan. Hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh PT Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara, menunjukkan bahwa titik didih BBM oplosan mencapai 218,5 derajat Celcius, melampaui ambang batas maksimal 215 derajat Celcius yang ditetapkan untuk Pertamax standar. Perbedaan ini menyebabkan ketidakstabilan dalam proses pembakaran di ruang bakar mesin.

Kombes Pol Didik Heriyanto, Kabid Humas Polda Banten, menambahkan bahwa sebelum kerusakan permanen terjadi, kendaraan yang menggunakan BBM oplosan akan menunjukkan gejala-gejala awal seperti:

  • Mesin tersendat-sendat (brebet).
  • Mesin mogok secara tiba-tiba.
  • Penumpukan timbal atau kerak pada komponen internal mesin.

Praktik curang ini terungkap setelah polisi menemukan bahwa SPBU 34.421.13 mendapatkan pasokan BBM olahan ilegal sebanyak 16.000 liter dari wilayah Jakarta. BBM ilegal tersebut kemudian dicampur dengan 8.000 liter Pertamax untuk meningkatkan volume penjualan dan meraup keuntungan lebih besar.

Saat ini, polisi telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu NS (53) yang bertindak sebagai pengawas SPBU dan ASW (40) yang menjabat sebagai manajer operasional. Keduanya dijerat dengan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, junto Pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga mencapai Rp 60 miliar.