Dampak Proyek PLTA Cisokan, Pemkab Bandung Barat Siagakan Tim Medis untuk Warga Terdampak Tambang

Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB) merespons keluhan warga terkait dampak proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Upper Cisokan dengan menerjunkan tim medis. Langkah ini diambil sebagai upaya deteksi dini dan penanganan kesehatan warga yang terdampak aktivitas penambangan batu andesit di Gunung Karang, Desa Karangsari, Kecamatan Cipongkor.

Lebih dari seribu jiwa di Desa Karangsari dan Sarinagen merasakan dampak dari polusi udara yang timbul akibat aktivitas pertambangan. Selain masalah polusi, warga juga mengeluhkan kerusakan bangunan akibat getaran yang dihasilkan dari ledakan dinamit dalam proses blasting. Beberapa rumah di luar radius aman mengalami retak pada temboknya akibat getaran tersebut.

Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, menyatakan bahwa Dinas Kesehatan akan segera berkoordinasi dengan pihak PLN untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh kepada warga terdampak. Prioritas utama adalah mendeteksi potensi masalah kesehatan yang mungkin timbul akibat paparan debu dan polusi udara.

"Segera akan saya tugaskan Kadis Kesehatan berkoordinasi dengan PLN untuk melakukan pemeriksaan kesehatan kepada warga yang terdampak," ujar Jeje.

Selain masalah kesehatan, kerusakan bangunan juga menjadi perhatian serius. Warga menuntut ganti rugi atas kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas blasting. Pemerintah Kabupaten Bandung Barat berencana melakukan mediasi antara warga dan PLN untuk mencari solusi terbaik.

"Dalam perjanjian awal bahwa masyarakat yang terdampak akan mendapatkan penanganan langsung oleh PLN berupa perbaikan yang dilakukan, hari ini warga menuntut agar diganti rugi berupa uang tunai. Ini segera akan kami lakukan mediasi untuk mencari jalan tengahnya," jelas Jeje.

Kepala Desa Karangsari, Ade Bachtiar, menjelaskan bahwa aktivitas penambangan batu andesit dilakukan di lahan milik PLN di Gunung Karang. Material tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur PLTA Upper Cisokan. Masyarakat merasa terganggu dengan ledakan dinamit dan debu yang dihasilkan dari proses penggilingan batu.

"Kenapa masyarakat bergejolak, intinya bahwa masyarakat merasa terganggu terutama dalam ledakan dinamit. Lalu debu dari percobaan penggilingan tersebut," kata Ade.

PLN menetapkan radius aman blasting sejauh 500 meter dari titik ledakan. Namun, banyak rumah di luar radius tersebut yang mengalami kerusakan akibat getaran. Hal ini memicu pertanyaan dari warga mengenai hak-hak mereka dan tanggung jawab perusahaan.

Pemerintah desa telah melakukan asesmen dan mencatat dampak aktivitas penambangan terhadap bangunan warga. Getaran akibat ledakan menyebabkan retak pada bangunan permanen, genting rumah berjatuhan, dan debu mencemari lingkungan.

"Pada saat peledakan, rumah permanen retak. Lalu rumah-rumah panggung gentingnya pada berjatuhan. Lalu debu, kita di musim kemarau itu genting dan kaca berwarna putih kena debu. Jadi artinya setiap hari warga terdampak menghirup debu tersebut. Kan itu ada dampak kesehatan," tandasnya.

Berikut adalah poin-poin penting yang menjadi perhatian:

  • Dampak Kesehatan: Polusi udara dan debu yang dihasilkan dari aktivitas penambangan berpotensi menyebabkan masalah kesehatan pada warga.
  • Kerusakan Bangunan: Getaran dari ledakan dinamit menyebabkan kerusakan pada bangunan rumah warga, termasuk retak pada tembok dan genting berjatuhan.
  • Tuntutan Ganti Rugi: Warga menuntut ganti rugi atas kerusakan bangunan yang diakibatkan oleh aktivitas penambangan.
  • Mediasi: Pemerintah Kabupaten Bandung Barat akan melakukan mediasi antara warga dan PLN untuk mencari solusi terbaik terkait permasalahan ini.
  • Radius Aman: Radius aman blasting yang ditetapkan oleh PLN (500 meter) dinilai tidak efektif karena banyak rumah di luar radius tersebut yang mengalami kerusakan.