Puasa Ramadhan dan Penderita Diabetes: Konsultasi Medis Jadi Kunci Utama
Puasa Ramadhan dan Penderita Diabetes: Konsultasi Medis Jadi Kunci Utama
Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Faradiessa Addiena Sp.PD dari Universitas Indonesia, memberikan peringatan penting terkait pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan bagi penderita diabetes. Ia menekankan perlunya kehati-hatian ekstra, terutama bagi mereka yang masuk dalam kategori risiko tinggi. Keputusan untuk berpuasa atau tidak, menurutnya, harus didasarkan pada evaluasi medis yang komprehensif dan bukan semata-mata pada kewajiban agama. Pasien diabetes dengan risiko tinggi, sebaiknya menghindari puasa untuk mencegah komplikasi kesehatan yang berpotensi fatal.
Risiko utama yang dihadapi penderita diabetes yang berpuasa adalah fluktuasi kadar gula darah yang signifikan. Hipoglikemia, kondisi di mana kadar gula darah berada di bawah 70 mg/dL, dapat menyebabkan gejala seperti pusing, lemas, bahkan kehilangan kesadaran. Di sisi lain, hiperglikemia, dengan kadar gula darah di atas 300 mg/dL, merupakan ancaman serius yang dapat berujung pada ketoasidosis diabetik, khususnya jika disertai dehidrasi. Dehidrasi sendiri meningkatkan risiko trombosis, yaitu pembentukan gumpalan darah yang dapat memicu stroke dan penyakit jantung koroner. Kondisi-kondisi ini semakin membahayakan bagi penderita diabetes melitus tipe 1, mereka yang tengah mengalami sakit akut, atau mereka yang menjalani aktivitas fisik berat yang meningkatkan risiko dehidrasi.
Untuk menghindari komplikasi ini, dr. Faradiessa menyarankan skrining kesehatan yang menyeluruh minimal dua bulan sebelum Ramadhan, atau paling lambat dua minggu sebelum memulai puasa. Skrining ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat risiko individu dan membantu menentukan keputusan yang tepat terkait puasa. Bagi mereka yang memilih untuk berpuasa, pengontrolan kadar gula darah sangat penting. Kadar gula darah harus dijaga antara 80-130 mg/dL sebelum berbuka, dan di bawah 180 mg/dL dua jam setelah makan. Meskipun demikian, dr. Faradiessa menegaskan bahwa penderita diabetes dengan kondisi terkendali, menggunakan obat oral, tanpa riwayat hipoglikemia atau hiperglikemia, memiliki risiko yang relatif lebih rendah.
Kesimpulannya, konsultasi dengan dokter sebelum Ramadhan adalah langkah krusial bagi setiap penderita diabetes. Pertimbangan medis harus mendahului keputusan untuk berpuasa. Dokter akan mengevaluasi kondisi masing-masing pasien dan memberikan panduan yang tepat untuk menjaga kesehatan selama bulan Ramadhan. Penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki kondisi yang unik, dan pendekatan yang tepat terhadap puasa harus dipersonalisasi berdasarkan kondisi kesehatan masing-masing.
Berikut beberapa poin penting yang perlu diingat:
- Pasien diabetes risiko tinggi: Dianjurkan untuk tidak berpuasa.
- Skrining kesehatan: Penting dilakukan 2 bulan sebelum Ramadhan atau paling lambat 2 minggu sebelum puasa.
- Monitoring gula darah: Jaga kadar gula darah antara 80-130 mg/dL (sebelum berbuka) dan di bawah 180 mg/dL (2 jam setelah makan).
- Konsultasi dokter: Sangat penting sebelum memutuskan untuk berpuasa.
- Risiko komplikasi: Hipoglikemia, hiperglikemia, ketoasidosis diabetik, dehidrasi, trombosis.
- Diabetes melitus tipe 1: Risiko lebih tinggi dibandingkan tipe 2.
Keputusan untuk berpuasa harus didasarkan pada pertimbangan medis yang cermat dan bukan hanya keyakinan semata. Kesehatan dan keselamatan tetap menjadi prioritas utama.