Misteri Penamaan Gunung Everest: Penghormatan Tanpa Tatap Muka

Kisah di Balik Nama Everest: Penghormatan untuk Surveyor Agung

Gunung Everest, mahakarya alam yang menjulang tinggi sebagai puncak dunia, menyimpan cerita menarik tentang asal usul namanya. Di balik nama yang mendunia ini, terdapat kisah seorang tokoh bernama Sir George Everest, seorang surveyor ulung yang namanya diabadikan sebagai nama gunung tertinggi di dunia, meskipun ia sendiri tidak pernah menyaksikan keagungan puncaknya secara langsung.

George Everest: Dari Surveyor Menuju Legenda

Lahir pada tahun 1790, George Everest mendedikasikan hidupnya untuk bidang geografi dan kartografi, khususnya di India. Ia menempuh pendidikan di Royal Military Academy, Woolwich, sebelum memulai karirnya yang panjang di negeri anak benua itu. Puncaknya adalah ketika ia menjabat sebagai Surveyor General of India, sebuah posisi penting yang memungkinkannya untuk berkontribusi besar dalam pemetaan dan pengukuran geodetik wilayah tersebut. Dedikasinya membuahkan pengakuan, termasuk gelar Knight Bachelor dari kerajaan Inggris, keanggotaan di Royal Geographical Society, dan medali dari Royal Astronomical Society. George Everest menghembuskan nafas terakhir pada tahun 1866 dan dimakamkan di Inggris.

Penghormatan Abadi: Lahirnya Nama "Everest"

Lantas, bagaimana nama George Everest melekat pada gunung tertinggi di dunia? Jawabannya terletak pada Andrew Scott Waugh, penerusnya sebagai Surveyor General of India. Waugh, sebagai orang Eropa pertama yang melihat puncak Everest, mengusulkan nama "Everest" kepada Royal Geographical Society pada tahun 1865. Usulan ini diajukan sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas jasa-jasa George Everest, mentornya. Permintaan tersebut diterima, dan sejak saat itu, nama "Mount Everest" resmi digunakan.

Mengapa Bukan Nama Lokal?

Sejatinya, tim geografi pada awalnya berencana menggunakan nama asli atau lokal untuk gunung tersebut, mengikuti praktik yang lazim dilakukan pada gunung-gunung lain seperti Kangchenjunga dan Dhaulagiri. Akan tetapi, niat baik ini terbentur pada kendala yang cukup signifikan: tidak adanya kesepakatan mengenai satu nama asli yang baku dan dapat diterima secara universal. Baik penduduk Tibet maupun Nepal memiliki nama masing-masing untuk gunung tersebut, tetapi pada masa itu, wilayah mereka belum terbuka untuk kunjungan orang asing. Keterbatasan akses dan komunikasi membuat penentuan nama asli yang tepat menjadi sulit.

Qomolangma dan Sagarmatha: Nama-Nama yang Terlupakan?

Di Tibet, gunung ini dikenal dengan nama Qomolangma (atau Chomolungma), yang bermakna "Dewi Ibu Bumi". Nama ini telah tercatat dalam peta tradisional Tiongkok sejak abad ke-18, dan gunung ini juga dikenal sebagai Shengmu Feng, atau "Puncak Ibu Suci". Bahkan, pemerintah Tiongkok pernah berencana untuk mengembalikan penggunaan nama tradisional ini secara resmi. Sementara itu, di Nepal, gunung ini disebut Sagarmatha, yang berasal dari kata "Sagar" (lautan) dan "Matha" (kepala), sehingga secara harfiah berarti "Dahi Langit". Nama Sagarmatha juga digunakan untuk menamai wilayah sekitar gunung Everest, seperti Sagarmatha National Park dan Sagarmatha Zone.

Warisan Nama: Sebuah Simbol Penghargaan dan Sejarah

Pada akhirnya, nama "Mount Everest" tetap menjadi simbol penghormatan bagi seorang tokoh penting dalam sejarah survei dan pemetaan India. Meskipun George Everest tidak pernah mendaki atau bahkan melihat gunung yang menyandang namanya, warisannya tetap abadi melalui nama yang terukir di puncak tertinggi dunia. Kisah ini mengingatkan kita bahwa di balik setiap nama, terdapat sejarah dan kisah yang menarik untuk diungkap.