Lima Terdakwa Kasus Alih Fungsi Lahan di Bangka Dibebaskan Pengadilan

Pengadilan Negeri Pangkalpinang membebaskan lima terdakwa dalam kasus dugaan penyalahgunaan izin pemanfaatan lahan hutan seluas 1.500 hektar di Kota Waringin, Bangka Belitung. Putusan ini dibacakan pada Selasa (29/4/2025), mengakhiri penahanan selama 7 hingga 8 bulan yang dialami para terdakwa di Lembaga Pemasyarakatan Tua Tunu.

Kelima terdakwa yang dinyatakan bebas adalah Marwan, mantan Kepala Dinas Kehutanan Bangka Belitung, Ricky Nawawi, staf Dinas Kehutanan, Markam, Kepala Bidang Tata Kelola Dinas Kehutanan, Bambang Wijaya, Kepala Seksi Pengembangan Dinas Kehutanan, dan Ari Setioko, seorang pengusaha swasta. Ari Setioko sendiri dinyatakan onslag, yang berarti perbuatannya terbukti namun tidak dikategorikan sebagai tindak pidana.

Majelis hakim yang terdiri dari Sulistiyanto Rokhmad Budiharto sebagai ketua, serta Dewi Sulistiarini dan Mhd Takdir sebagai anggota, menyatakan bahwa kelima terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan oleh penuntut umum. Putusan ini disambut haru oleh para terdakwa dan tim kuasa hukum mereka.

KA Tajuddin, salah satu kuasa hukum terdakwa, mengungkapkan rasa syukur atas putusan tersebut. Ia menyatakan bahwa putusan hakim sesuai dengan pembelaan (pleidoi) yang diajukan sebelumnya dan memenuhi rasa keadilan. Tajuddin juga mengapresiasi majelis hakim yang mempertimbangkan bukti-bukti dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, serta merujuk pada pendapat para ahli pidana.

Kasus ini bermula dari penguasaan lahan seluas lima hektar oleh Ari Setioko (PT NKI) di Desa Labuh Air Pandan pada tahun 2017. Lahan tersebut rencananya akan digunakan untuk menanam pisang Cavendish, dengan memberikan ganti rugi kepada pengelola lahan sebelumnya. Namun, tim patroli Dinas Kehutanan menemukan adanya kejanggalan dan meminta PT NKI untuk mengurus perizinan pemanfaatan kawasan hutan.

Proses perizinan kemudian diajukan dan disetujui oleh kepala daerah, yang menghasilkan izin pemanfaatan hutan seluas 1.500 hektar pada tahun 2019. Namun, dalam perkembangannya, kawasan hutan tersebut dinilai tidak dimanfaatkan secara optimal. Terjadi perubahan fungsi lahan, termasuk penanaman sawit dan aktivitas penambangan timah ilegal, yang diduga merugikan negara. Kerugian negara juga diperkirakan berasal dari perhitungan kayu hutan yang tidak dilaporkan sebagai penerimaan negara.

Berdasarkan Laporan Hasil Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, terdapat dugaan kerugian negara sebesar Rp18.197.012.580 dan US$ 420,950.25.