AFI Jatim Mengecam Kekerasan dalam Turnamen Futsal Usia Dini di Surabaya, Perketat Izin dan Lisensi
Insiden kekerasan yang menimpa seorang pemain futsal usia dini di Surabaya menuai kecaman keras dari Asosiasi Futsal Indonesia (AFI) Provinsi Jawa Timur. Kejadian yang menimpa BAI, bocah berusia 11 tahun, saat turnamen futsal di SMP Labschool Unesa pada Minggu, 27 April 2025, itu dianggap mencoreng semangat sportivitas dan fair play dalam olahraga.
BAI, yang saat itu tengah merayakan kemenangan timnya, MI Al-Hidayah, dalam laga semifinal melawan SDN Simolawang, tiba-tiba menjadi korban tindakan agresif. BAZ, seorang pelatih dari tim lawan, diduga melakukan kekerasan dengan menarik dan membanting BAI ke tanah. Akibatnya, BAI mengalami retak tulang ekor. Video kejadian tersebut viral di media sosial, memicu reaksi keras dari masyarakat yang mengecam tindakan tersebut.
Ketua AFI Jatim, Arief Anton Sujarwo, menyatakan kekecewaannya atas insiden tersebut. Ia menegaskan bahwa AFI mengutuk keras tindakan kekerasan dalam bentuk apapun, apalagi yang menimpa anak-anak. Menurutnya, kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh stakeholder futsal di Jawa Timur untuk lebih memperhatikan aspek keamanan dan profesionalitas dalam penyelenggaraan pertandingan.
Menyikapi insiden ini, AFI Jatim akan memperketat proses perizinan dan rekomendasi untuk setiap turnamen futsal yang digelar di wilayahnya. Arief Anton Sujarwo menekankan pentingnya koordinasi dengan pihak kepolisian dalam setiap penyelenggaraan event olahraga, mengingat potensi gesekan dan kerawanan yang mungkin timbul, terutama dalam olahraga yang melibatkan banyak massa seperti futsal dan sepak bola.
Selain itu, AFI Jatim juga mewajibkan seluruh pertandingan futsal, termasuk turnamen di tingkat sekolah, untuk melibatkan pelatih dan wasit yang memiliki lisensi resmi. Hal ini bertujuan untuk memastikan kualitas pembinaan dan profesionalitas dalam setiap pertandingan. Arief Anton Sujarwo menyoroti fenomena sekolah-sekolah swasta yang mengandalkan prestasi non-akademik sebagai daya tarik. Ia tidak mempermasalahkan hal tersebut, asalkan tetap memperhatikan kualitas dan profesionalitas pembinaan.
"Termasuk ekstrakurikuler sekolahan harus berlisensi. Karena banyak sekolah-sekolah terutama swasta itu menjual prestasi non-akademik sekolah, bisa dari basket, voli, maupun futsal atau sepak bola sendiri yang paling digemari," Tegasnya.
AFI Jatim berharap dengan langkah-langkah ini, kejadian serupa tidak terulang kembali dan futsal di Jawa Timur dapat berkembang dengan lebih baik, menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas, fair play, dan keamanan bagi seluruh pemain dan stakeholder.