Hakim Heru Hanindyo Mengklaim Namanya Dicatut dalam Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur

Mantan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Heru Hanindyo, yang dinonaktifkan, menyampaikan pembelaan dalam sidang dugaan suap terkait vonis bebas Ronald Tannur. Dalam pembelaannya, Heru dengan tegas meminta majelis hakim untuk membebaskannya dari segala dakwaan.

Heru Hanindyo, dalam pleidoi pribadinya yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, menyatakan keyakinannya bahwa dirinya tidak bersalah dan meminta agar nama baiknya dipulihkan. Ia mengklaim bahwa argumentasi dan bukti yang ia sampaikan sesuai dengan fakta dan hukum yang berlaku.

"Saya menyampaikan pembelaan ini dengan alibi, argumentasi, dan pembuktian yang sesuai dengan fakta dan yuridis. Saya berharap Majelis Hakim Yang Mulia menyatakan saya tidak bersalah, membebaskan saya, mengembalikan harkat dan martabat serta nama baik saya, dan mengembalikan seluruh bukti yang telah disita," ujar Heru di hadapan majelis hakim.

Dengan nada penuh harap, Heru meminta majelis hakim untuk memberikan putusan yang adil dan bijaksana. Ia mengakui bahwa penulisan pleidoi ini dilakukan dalam kondisi yang penuh penderitaan dan keterbatasan.

"Pembelaan pribadi ini saya buat dalam keadaan serba terbatas selama proses hukum, dengan penderitaan moral, jiwa, dan raga," ungkapnya.

Heru juga menyinggung mengenai perubahan susunan majelis hakim dalam perkara Ronald Tannur. Ia mengaku tidak memiliki kepentingan dalam perkara pidana tersebut dan tidak tertarik dengan kasus Ronald.

"Dalam pembelaan ini, perlu saya sampaikan bahwa saya tidak memiliki kepentingan pribadi dalam perkara Gregorius Ronald Tannur," tegasnya.

Lebih lanjut, Heru menuding Hakim Erintuah Damanik telah mencatut namanya dalam pusaran kasus suap ini. Heru mengungkapkan kekecewaannya karena namanya seolah 'dijual' dalam persidangan. Diketahui, majelis hakim perkara Ronald diketuai oleh Erintuah Damanik, dengan Heru Hanindyo dan Mangapul sebagai anggota.

"Patut saya sesalkan, sebagaimana saya ketahui dari jalannya persidangan, mengapa nama saya dijual atau digunakan, seperti yang terungkap dalam fakta persidangan," kata Heru.

Ia menyoroti dua poin penting:

  • Penunjukan ketua majelis berdasarkan usulan Heru Hanindyo dan Mangapul, yang menurutnya tidak pernah terjadi.
  • Pertemuan kedua antara Erintuah Damanik dan Lisa Rachmat, di mana Erintuah Damanik menyatakan bahwa pertemuan tersebut didasarkan pada pemikirannya bahwa ada yang tidak beres antara dua hakim anggota dengan Lisa Rachmat.

Heru membantah tudingan bahwa dirinya dan Mangapul telah mempermainkan Erintuah. Ia menegaskan bahwa pertemuan antara Erintuah dan Lisa merupakan inisiatif pribadi Erintuah.

"Faktanya, saya maupun Mangapul tidak pernah mempermainkan Erintuah Damanik. Upaya pertemuan-pertemuan antara Erintuah Damanik dan Lisa Rachmat tersebut merupakan inisiatif pribadi Erintuah Damanik. Dalam musyawarah, tidak terjadi hal-hal negatif atau upaya tidak baik," jelasnya.

Heru juga dengan tegas membantah telah menerima uang sebesar 100 ribu dolar Singapura. Ia menolak keterangan yang diberikan oleh Erintuah.

"Heru Hanindyo dan Mangapul tidak pernah menerima 100 ribu dolar Singapura, sebagaimana diterangkan oleh Erintuah Damanik berdasarkan keterangan Lisa Rachmat sebagai testimoni de auditu," tegasnya.

Ia menambahkan bahwa dirinya telah meminta penyidik untuk menghadirkan Lisa saat pemeriksaan untuk dikonfrontasi, namun permintaan tersebut tidak dikabulkan.

"Sejak penyidikan awal di Kejati, saya telah meminta agar penyidik menghadirkan Lisa Rachmat untuk konfrontasi, bahkan saat penyidikan lanjutan di Kejagung Jakarta. Akan tetapi, penyidik tidak pernah menghadirkan Lisa Rachmat untuk tujuan konfrontasi. Saya bertemu Lisa Rachmat pada saat persidangan, hari Selasa, 25 Februari 2025," ungkapnya.

Heru mengungkapkan kegeramannya saat bertemu Lisa dalam sidang kasus dugaan suap ini. Ia menyoroti catatan dan foto pada ponsel Lisa yang menunjukkan penyerahan uang, namun tidak berkaitan dengannya.

"Saya merasakan kegeraman akibat melihat foto dan catatan Lisa Rachmat yang menuliskan dari HP milik Lisa Rachmat ke HP milik Lisa Rachmat, yang ternyata diakui sebagai catatan pribadinya, yang tidak berkaitan dengan pemberian uang secara nyata, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing kepada diri saya," ujarnya.

Heru juga menceritakan tentang upaya bunuh diri yang dilakukan oleh Erintuah saat ditahan di Rutan Kejati Jawa Timur. Ia mengaku telah menyarankan Erintuah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan setelah selamat dari upaya tersebut.

"Saat itu, Erintuah Damanik berupaya bunuh diri dengan menggantung diri pada malam dini hari, menjelang subuh. Saat itu, keadaan saudara Erintuah Damanik sudah dalam kondisi leher kepala terjerat tali, dengan lidah menjulur keluar dan mengeluarkan suara teriakan nafas yang sudah terhimpit," cerita Heru.

"Tuhan Maha Kuasa dan Tuhan Yang Maha Esa masih menyelamatkan Erintuah Damanik. Saya terbangun dari tidur dan segera menyelamatkan dengan menahan kaki Erintuah Damanik, lalu menyadarkan Erintuah Damanik. Kondisi leher Erintuah Damanik sudah tergores berwarna hitam melingkar di leher akibat jeratan tali gantung," imbuhnya.

Heru mengaku terkejut dan kecewa karena namanya telah dipermainkan dan dijual oleh Erintuah kepada Lisa Rachmat untuk kepentingan pribadi Erintuah.

"Saya pribadi sangat kaget dan kecewa mengetahui dari jalannya persidangan bahwa nama saya telah dipermainkan, atau dijual oleh Erintuah Damanik kepada Lisa Rachmat untuk tujuan kepentingan pribadi," ujarnya.

Heru juga menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui tentang pertemuan antara Erintuah dan Lisa, serta pembagian suap di ruang kerja Mangapul. Ia membantah telah menerima uang sebesar 36 ribu dolar Singapura, yang disebut sebagai uang suap dari Lisa.

"Sejatinya, saya tidak mengetahui pertemuan antara Erintuah Damanik dan Lisa Rachmat, serta perihal pembagian uang 140 ribu dolar Singapura dan uang 48 ribu yang diterima oleh Erintuah Damanik. Saya juga tidak mengetahui perihal pembagian uang di ruang Mangapul dan tidak pernah menerima uang pembagian sebesar 36 ribu dolar Singapura sebagaimana pada hari Senin tanggal 17 Juni 2024," jelasnya.

Ia mengatakan bahwa pembagian uang suap tersebut disebut-sebut dilakukan di ruang kerja Mangapul pada tanggal 17 Juni 2024 di PN Surabaya. Namun, ia mengaku tidak berada di Surabaya pada saat itu.

"Pertemuan antara Erintuah Damanik dan Lisa Rachmat yang kedua di gerai Dunkin Donuts Bandara Ahmad Yani, Semarang, terjadi pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2024. Menurut Erintuah Damanik, peristiwa tersebut terjadi setelah pembagian uang 140 ribu dolar Singapura, yang telah terlaksana pada hari Senin tanggal 17 Juni 2024. Pada saat itu, saya tidak berada di Surabaya, termasuk di PN Surabaya," tegasnya.

Heru menambahkan bahwa penyidik tidak menemukan uang sebesar 36 ribu dolar Singapura pecahan 1.000 dalam penggeledahan rumahnya.

"Sebagaimana hasil penggeledahan pada rumah saya di Surabaya, kantor PN Surabaya, dan rumah Tangerang, dari hasil penyitaan tidak ditemukan adanya uang sejumlah 36 ribu dolar Singapura dalam pecahan 1.000," pungkasnya.

Sebelumnya, Heru Hanindyo telah dituntut 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa meyakini bahwa Heru melanggar Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam kasus ini, jaksa mendakwa tiga hakim PN Surabaya telah menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ketiga hakim tersebut adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

Kasus ini bermula dari jeratan hukum untuk Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, kemudian berupaya agar anaknya dibebaskan. Ia meminta bantuan pengacara bernama Lisa Rahmat untuk mengurus perkara tersebut. Lisa Rahmat kemudian menemui mantan pejabat MA, Zarof Ricar, untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang dapat menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur.

Singkat cerita, suap diberikan dan Ronald Tannur dibebaskan. Belakangan, terungkap bahwa vonis bebas tersebut diberikan sebagai akibat dari suap. Jaksa juga telah mengajukan permohonan kasasi atas vonis Ronald Tannur. MA mengabulkan kasasi tersebut dan Ronald Tannur telah divonis 5 tahun penjara.