Pakar Pendidikan Soroti Kebijakan Pembinaan Siswa Bermasalah Melalui Pendekatan Militeristik
Kebijakan Gubernur Jawa Barat yang melibatkan barak militer dalam pembinaan siswa bermasalah menuai tanggapan dari berbagai kalangan. Prof. Cecep Darmawan, seorang pengamat kebijakan pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), menyampaikan pandangannya terkait efektivitas dan relevansi pendekatan tersebut.
Menurut Prof. Cecep, penanganan siswa yang bermasalah seharusnya menjadi fokus utama pihak sekolah dan keluarga. Ia menekankan bahwa setiap siswa memiliki latar belakang dan permasalahan yang unik, sehingga memerlukan pendekatan yang personal dan terarah. Menyerahkan penanganan siswa bermasalah kepada institusi lain, seperti militer, dinilai kurang tepat karena tidak mempertimbangkan kompleksitas masalah individual.
"Anak nakal itu tidak bisa diseragamkan masalahnya, beda-beda, dan TNI bukan obat dari segala penyakit," tegas Prof. Cecep, menyoroti bahwa militer bukanlah solusi universal untuk semua permasalahan perilaku siswa.
Meski demikian, Prof. Cecep mengapresiasi niat baik Gubernur Jawa Barat dalam mencari solusi untuk siswa yang sulit dibina. Namun, ia menyarankan agar pendekatan militeristik diganti dengan model pendidikan bela negara yang lebih komprehensif, seperti Resimen Mahasiswa (Menwa).
Prof. Cecep menjelaskan bahwa pendidikan bela negara telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Dalam undang-undang tersebut, terdapat Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) yang dapat diimplementasikan di sekolah-sekolah.
"Di situ dijelaskan ada Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) namanya, mungkin maksudnya (Gubernur Jawa Barat) ke situ. Bukan pendidikan militer pada siswa tetapi seperti Menwa," ujarnya.
Prof. Cecep sangat mendukung penerapan PPBN sebagai metode pembinaan siswa, tidak hanya bagi siswa bermasalah, tetapi juga untuk seluruh siswa. Ia meyakini bahwa PPBN dapat membantu meningkatkan disiplin dan karakter siswa secara positif. Namun, untuk siswa bermasalah, diperlukan kurikulum khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Implementasi PPBN tidak hanya melibatkan unsur militer, tetapi juga melibatkan berbagai pihak, seperti tokoh agama, guru bimbingan konseling (BK), psikolog, organisasi siswa intra sekolah (OSIS), dan lain-lain. Dengan demikian, pembinaan siswa dapat dilakukan secara holistik dan komprehensif.
Prof. Cecep mengusulkan agar PPBN diimplementasikan secara terprogram dengan roadmap yang jelas, termasuk penentuan tempat pelatihan, seperti boarding school, kamp militer, atau kegiatan luar ruangan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perubahan perilaku siswa.
Prof. Cecep berharap agar Gubernur Jawa Barat mempertimbangkan saran terkait implementasi PPBN di sekolah-sekolah di Jawa Barat. Ia menekankan bahwa pendidikan bela negara, seperti yang diterapkan dalam Menwa, lebih sesuai untuk membentuk karakter siswa dibandingkan dengan pendidikan militer yang memiliki persyaratan khusus.
"Mudah-mudahan maksudnya (Gubernur Jawa Barat) itu (bela negara) saya setuju 1.000 persen. Kalau pendidikan semisal militer syaratnya tidak sembarangan karena itu untuk komponen cadangan," pungkasnya.