Hakim Mangapul Menangis di Persidangan, Sesali Vonis Bebas Ronald Tannur

Penyesalan Mendalam Hakim Mangapul atas Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur

Mantan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Mangapul, yang kini menjadi terdakwa kasus suap terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, tak kuasa menahan air mata saat membacakan pleidoi pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam pembelaannya, Mangapul mengungkapkan penyesalan mendalam atas perbuatannya yang telah mencoreng nama baik lembaga peradilan dan menghancurkan kariernya yang telah dibangun selama puluhan tahun.

"Lebih kurang 23 tahun perjalanan hidup saya sebagai hakim atau 33 tahun bekerja di Lembaga Mahkamah Agung yang saya cintai ini, saya jatuh terjungkal oleh kasus yang menimpa saya," ujar Mangapul dengan suara bergetar.

Ia mengakui menerima uang sebesar 36 ribu dolar Singapura dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, yang kemudian dibagi bersama dengan hakim lainnya, Erintuah Damanik dan Heru Hanindyo, di ruang kerjanya. Uang tersebut disimpan di apartemen yang ia sewa di Surabaya dan belum sempat digunakan.

Mangapul menceritakan bahwa pengembalian uang suap tersebut berawal dari percakapannya dengan Erintuah Damanik yang sempat berniat bunuh diri. Ia menasehati Erintuah untuk menghadapi perkara ini apapun risikonya dan mengakui perbuatan mereka.

"Selama 12 hari ditahan di Kejati, kami rajin membaca Alkitab dan ikut ibadah Minggu di situ dan pada akhirnya sebelum kami berangkat ke Jakarta di ruangan tahanan tersebut, kami berjanji akan menceritakan apa adanya dan mengakui perbuatan kami," ungkapnya.

Saat menyinggung tuntutan jaksa yang menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara, Mangapul tak kuasa menahan tangis. Ia merasa terpukul dan sedih karena tuntutan tersebut tidak sebanding dengan hal-hal yang meringankan yang telah diuraikan oleh jaksa dalam tuntutannya. Ia juga menyayangkan sikap jaksa yang tidak mempertimbangkan pengajuan status justice collaborator dan tetap menuntut hukuman tinggi.

Ia juga menjelaskan bahwa uang dolar dan rupiah yang ditemukan penyidik saat penggeledahan adalah uang pegangan untuk kebutuhan sehari-hari, hasil penjualan tanah kelapa sawit dan warisan orang tuanya. Uang tersebut telah ia simpan sejak bertugas di Pekanbaru dan dibawa ke Surabaya untuk keperluan mendesak.

"Pengabdian saya selama puluhan tahun sebagai hakim akhirnya berakhir tragis oleh karena menerima sejumlah uang dalam perkara ini dari seorang pengacara, Lisa Rachmat," sesalnya.

Ia menegaskan bahwa vonis bebas yang ia berikan kepada Ronald Tannur didasarkan pada fakta hukum yang terungkap di persidangan, bukan karena suap dari Lisa Rachmat. Namun, ia mengakui bersalah karena telah menerima suap tersebut dan sangat menyesali perbuatannya.

"Saya sangat menyesali perbuatan saya dan di situ saya ikhlas dan akan menanggung risikonya, padahal saya beberapa tahun lagi lebih kurang 4 tahun akan pensiun. Namun ibarat nasi sudah menjadi bubur tidak perlu disesali oleh karena penyesalan datangnya sering terlambat," ujarnya.

Di akhir pleidoinya, Mangapul memohon kepada majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya dan meminta maaf kepada keluarga, masyarakat, dan seluruh hakim di Indonesia atas perbuatannya. Ia juga mengutip ayat Alkitab Mazmur 32:5 sambil terisak, mengungkapkan keyakinannya bahwa Tuhan memiliki rencana indah untuknya.

Sebelumnya, Mangapul dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan karena diyakini melanggar Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur atas kematian Dini Sera Afrianti. Selain Mangapul, dua hakim lainnya, Erintuah Damanik dan Heru Hanindyo, juga didakwa menerima suap dalam kasus ini. Kasus ini bermula dari upaya ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, untuk membebaskan anaknya dari jeratan hukum. Ia meminta bantuan pengacara Lisa Rahmat yang kemudian menemui mantan pejabat MA Zarof Ricar untuk mencarikan hakim yang dapat memvonis bebas Ronald Tannur. Suap pun diberikan, dan Ronald Tannur berhasil dibebaskan. Namun, belakangan terungkap bahwa vonis bebas tersebut diberikan akibat suap.

Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan kasasi jaksa dan memvonis Ronald Tannur 5 tahun penjara.