Industri Mebel Jerit: Regulasi Karantina Hambat Ekspor dan Ancam Daya Saing
Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) melayangkan protes keras terhadap pemberlakuan Peraturan Badan Karantina Indonesia Nomor 5 Tahun 2025. Asosiasi ini menilai regulasi tersebut sebagai penghalang laju ekspor, beban tambahan bagi pelaku usaha, serta ancaman serius terhadap daya saing produk mebel dan kerajinan Indonesia di kancah global.
Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, mengungkapkan kekecewaannya terhadap aturan yang dianggap tidak relevan dengan karakteristik industri mebel dan kerajinan. Menurutnya, peraturan ini memicu peningkatan biaya operasional, prosedur yang rumit, dan berpotensi menunda pengiriman ekspor. Ironisnya, kondisi ini justru bertolak belakang dengan semangat pemerintah dalam memacu ekspor produk kreatif.
"Kami mempertanyakan dasar penyusunan aturan ini. Industri mebel dan kerajinan didominasi UMKM yang menggunakan bahan alami, bukan komoditas mentah yang berisiko tinggi terhadap karantina," tegas Sobur.
Ia menjelaskan lebih lanjut dampak negatif yang ditimbulkan oleh regulasi ini:
- Kenaikan Biaya Produksi: Kewajiban sertifikasi karantina terhadap produk jadi meningkatkan biaya produksi secara signifikan.
- Gangguan Logistik: Prosedur yang rumit menyebabkan keterlambatan pengiriman, mengganggu kepercayaan pembeli internasional.
- Penurunan Daya Saing: Indonesia berpotensi kalah saing dengan negara-negara seperti Vietnam, Malaysia, dan Filipina yang memiliki regulasi ekspor lebih sederhana.
- Ancaman Kehilangan Kontrak: Ketidakpastian prosedur dan waktu pengiriman dapat menyebabkan pembatalan kontrak ekspor.
HIMKI menilai bahwa penerapan peraturan karantina tanpa mempertimbangkan karakteristik produk jadi adalah kebijakan yang tidak adil. Hal ini menyamakan produk industri kreatif dengan bahan mentah, yang berpotensi menurunkan kontribusi sektor ini terhadap ekspor nasional.
Menyikapi situasi ini, HIMKI secara resmi mendesak pemerintah untuk:
- Menunda implementasi peraturan hingga dilakukan revisi dan konsultasi dengan pihak industri.
- Mengecualikan produk jadi dari kewajiban pemeriksaan karantina fisik.
- Menyusun regulasi yang mendukung kemudahan ekspor dan pertumbuhan sektor mebel dan kerajinan.
"Keberhasilan ekspor tidak hanya ditentukan oleh promosi dan pameran. Kebijakan yang konsisten, sinkron, dan berpihak pada pelaku industri sangatlah penting," imbuh Sobur.
HIMKI mengajak seluruh pihak terkait untuk bersama-sama mengawal evaluasi kebijakan ini demi menjaga keberlangsungan industri mebel dan kerajinan Indonesia, yang memiliki kontribusi signifikan terhadap devisa negara dan penyerapan tenaga kerja.