Tarif Parkir di Cikini Dikritik: Praktik Pungutan Liar Meresahkan Pengguna Jasa
Praktik pungutan liar (pungli) parkir di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, menjadi sorotan utama setelah sejumlah warga mengeluhkan tarif yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Keluhan ini muncul terkait tarif parkir yang diterapkan di sekitar Terminal Parkir Elektronik (TPE) Cikini, di mana pengguna jasa parkir merasa dirugikan.
Seorang warga bernama Danis (41) mengungkapkan pengalamannya saat dikenakan tarif parkir sebesar Rp 20.000, padahal ia hanya memarkirkan kendaraannya kurang dari dua jam. Hal ini jelas melanggar ketentuan tarif parkir yang seharusnya, yaitu Rp 5.000 per jam sesuai dengan tarif yang tertera pada mesin TPE. "Pernah satu kali pas malam waktu itu diminta sekitar Rp 20.000 lebihlah, tapi enggak saya kasih karena tahu kan ini ada mesin parkir dan ada aturannya per jam Rp 5.000. Jadi ya rugilah," kata Danis.
Keluhan serupa juga diungkapkan oleh warga lainnya. Praktik penarikan tarif parkir yang tidak wajar ini diduga dilakukan oleh oknum juru parkir yang tidak resmi, terutama pada malam hari. Slamet Riansyah (34), seorang petugas resmi parkir TPE di Cikini, membenarkan adanya praktik tersebut. Ia menjelaskan bahwa juru parkir yang bertugas pada shift malam kerap menerapkan tarif yang jauh lebih tinggi dari tarif resmi. "Praktik tembak harga kerap dilakukan oleh juru parkir malam yang bukan bagian dari petugas resmi Dinas Perhubungan. Warga bilang sampai Rp 25.000 per mobil," ujar Slamet.
Menurut Slamet, saat ini hanya terdapat dua petugas resmi dari Dinas Perhubungan (Dishub) yang bertugas di mesin TPE Cikini pada shift pagi hingga sore. Sementara itu, pada malam hari, penjagaan mesin TPE dilakukan oleh warga lokal. Hal ini membuka celah bagi praktik penarikan tarif parkir yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Selain masalah tarif, Slamet juga menyoroti kendala lain yang dihadapi dalam sistem parkir di wilayah tersebut, yaitu keterbatasan jumlah petugas. Padahal, sistem parkir telah dilengkapi dengan teknologi modern yang mendukung pembayaran menggunakan QRIS. Namun, dengan jumlah petugas yang terbatas, terutama pada malam hari, potensi pemanfaatan teknologi tersebut menjadi kurang optimal.
Slamet berharap agar pemerintah dapat mengambil tindakan tegas terhadap praktik penarikan tarif parkir yang tidak wajar ini. Ia juga mengusulkan agar jumlah petugas parkir resmi dapat ditambah, terutama untuk shift malam, guna memastikan penerapan tarif yang sesuai dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pengguna jasa parkir.
Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu diperhatikan terkait permasalahan ini:
- Tarif Parkir Tidak Wajar: Warga mengeluhkan tarif parkir yang jauh lebih tinggi dari tarif resmi di sekitar TPE Cikini.
- Oknum Juru Parkir: Praktik penarikan tarif tidak wajar diduga dilakukan oleh oknum juru parkir yang tidak resmi, terutama pada malam hari.
- Keterbatasan Petugas: Jumlah petugas parkir resmi yang bertugas di TPE Cikini terbatas, terutama pada malam hari.
- Pemanfaatan Teknologi: Sistem parkir telah dilengkapi dengan teknologi modern seperti pembayaran QRIS, namun kurang optimal karena keterbatasan petugas.
Diharapkan, pemerintah dapat segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini dan memastikan bahwa pengguna jasa parkir di Cikini mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.