Parkir Elektronik Cikini: Pengguna Resah Akibat Pungutan Liar di Malam Hari

Kantor Pos Cikini, Jakarta Pusat, menjadi sorotan terkait praktik pungutan liar (pungli) yang meresahkan pengguna jasa parkir, terutama pada malam hari.

Slamet Riansyah, seorang juru parkir resmi Terminal Parkir Elektronik (TPE) di kawasan tersebut, mengungkapkan dilema yang kerap ia hadapi. Selain berurusan dengan pengguna parkir yang melanggar batas waktu dan enggan membayar tarif tambahan, ia juga sering menerima keluhan terkait praktik pungli oleh oknum juru parkir tidak resmi.

"Sering tuh warga ngeluh katanya malam suka tembak harga, bisa Rp25.000 per mobil," ungkap Slamet, mengutip keluhan warga yang diterimanya.

Menurut penuturannya, dari pihak Unit Pengelola Perparkiran Dishub, hanya ada dua petugas resmi yang bertugas dari pagi hingga sore. Setelah pukul 16.00 WIB, pengelolaan parkir malam hari dibantu oleh warga sekitar. Namun, setelah dua petugas malam mengundurkan diri, pengawasan menjadi longgar dan membuka celah bagi praktik pungli.

Keresahan ini juga dialami oleh Daris, seorang karyawan yang pernah menjadi korban. Ia mengaku pernah dimintai tarif tidak wajar saat parkir di malam hari.

"Pernah satu kali pas malam diminta sekitar Rp 20.000 lebih lah, tapi enggak saya kasih karena tahu kan ini ada mesin parkir dan ada aturannya per jam Rp 5.000. Jadi ya rugi lah," kata Daris.

Saat ini, hanya dua petugas resmi yang berjaga di TPE Cikini pada siang hari. Ketidakhadiran petugas resmi di malam hari dimanfaatkan oleh oknum untuk melakukan pungutan liar, sehingga merugikan pengguna parkir.

Slamet berharap pemerintah dapat mengambil tindakan tegas terhadap praktik pungli ini, serta menambah jumlah petugas parkir resmi pada shift malam.

"Harapannya pemerintah tindak lanjuti atau kalau bisa tambahkan juru parkir resmi untuk shift malam," harapnya.

Meski TPE Cikini telah dilengkapi dengan sistem pembayaran elektronik melalui MPOS (Mobile Point of Sales) yang mendukung pembayaran QRIS, keberadaan petugas parkir tetap krusial dalam menjaga ketertiban dan mencegah penyalahgunaan tarif parkir.

Sistem pembayaran di TPE Cikini sendiri telah menggunakan perangkat tambahan berupa MPOS (Mobile Point of Sales) yang mendukung pembayaran secara elektronik.

"Mesin utama kan pakai sistem tap, belum bisa scan QR. Tapi saya bisa pakai QRIS juga kalau orang pilih itu. MPOS ini kayak alat scan, sudah digunakan sekitar tujuh bulan," jelas Slamet.

Di kawasan Cikini sendiri, terdapat dua mesin TPE dengan kode 075 dan 076 yang menandakan lokasi penempatannya.

Sebelumnya, Cikini dan Sabang menjadi lokasi percontohan penerapan sistem parkir elektronik di Jakarta Pusat. Namun, banyak mesin TPE di Jakarta mengalami kerusakan karena suku cadang yang sulit didapatkan. Mesin-mesin tersebut merupakan produk impor dari Swedia, dan kerjasama dengan pihak penyedia telah berakhir sejak 2016.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo mengaku kesulitan memperbaiki mesin TPE karena ketersediaan suku cadang.

"Mesin parkir elektronik itu kalau mau diperbaiki, sekarang sparepart-nya enggak ada. Karena barang ini kan diimpor dari Swedia," ujar Syafrin.

Permasalahan pungli di TPE Cikini dan kendala perbaikan mesin parkir menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah dalam mewujudkan sistem parkir yang modern, aman, dan nyaman bagi masyarakat.