DPR Soroti Kemandirian Fiskal Daerah dan Tata Kelola BUMD dalam Rapat dengan Sejumlah Gubernur

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi II menggelar rapat kerja bersama sejumlah gubernur untuk membahas isu-isu krusial terkait keuangan daerah, tata kelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan reformasi birokrasi.

Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, dihadiri oleh sejumlah kepala daerah, termasuk Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sultan Hamengku Buwono X; Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas'ud; Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu M Iqbal; dan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution.

Fokus utama pembahasan adalah evaluasi kemandirian fiskal masing-masing daerah. Rifqinizamy menjelaskan bahwa pemilihan gubernur yang diundang didasarkan pada dua indikator utama, yaitu tingkat kemandirian fiskal dan kualitas pengelolaan BUMD. Kehadiran perwakilan dari daerah dengan tingkat kemandirian fiskal yang bervariasi (tinggi, sedang, dan rendah) diharapkan dapat memberikan gambaran komprehensif mengenai tantangan dan peluang yang dihadapi oleh masing-masing daerah.

Tata Kelola BUMD

Peningkatan kontribusi BUMD terhadap pendapatan daerah menjadi sorotan penting dalam rapat tersebut. Rifqinizamy menekankan pentingnya pengelolaan BUMD yang efektif dan efisien agar dapat menjadi stimulus bagi keuangan daerah. Ia menyoroti bahwa beberapa daerah telah berhasil menjadikan BUMD sebagai sumber pendapatan yang signifikan, sementara di daerah lain, BUMD justru menjadi beban bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Untuk mengatasi permasalahan ini, Komisi II DPR RI mendorong Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menyusun rancangan pengawasan dan pembinaan terkait BUMD. Rifqinizamy berharap langkah ini dapat membantu BUMD di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kinerja dan memberikan kontribusi yang lebih optimal bagi pembangunan daerah. Ia juga menyampaikan gagasan mengenai pembentukan holding BUMD yang dapat memberikan dukungan kepada daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya alam (SDA) dan ekonomi yang baik, tetapi BUMD-nya belum mampu berkembang secara mandiri.

Reformasi Birokrasi dan Status Honorer

Selain isu keuangan dan BUMD, rapat tersebut juga membahas permasalahan terkait birokrasi di pemerintah daerah, terutama terkait dengan penyelesaian status tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Rifqinizamy mengakui bahwa konversi tenaga honorer menjadi PPPK masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah, terutama terkait dengan penyesuaian APBD untuk mengakomodasi belanja pegawai.

Berikut adalah beberapa poin penting yang dibahas dalam rapat:

  • Evaluasi kemandirian fiskal daerah.
  • Peningkatan kontribusi BUMD terhadap pendapatan daerah.
  • Penyusunan rancangan pengawasan dan pembinaan BUMD oleh Kemendagri.
  • Pembentukan holding BUMD untuk mendukung pengembangan BUMD di daerah.
  • Penyelesaian status tenaga honorer menjadi PPPK.

Rapat kerja ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga bagi pemerintah pusat dan daerah dalam upaya meningkatkan kinerja keuangan daerah, tata kelola BUMD, dan reformasi birokrasi.