DPR Kritik Keras Menkes Terkait Penanganan Kasus Kekerasan Seksual PPDS: Trauma Korban Seumur Hidup!

Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago, melayangkan kritik pedas kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin atas pernyataannya terkait kasus kekerasan seksual yang melibatkan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Irma menilai Menkes meremehkan kasus tersebut dengan membandingkannya dengan kasus bullying yang menimpa Dokter Aulia Risma di RS Kariadi.

Dalam rapat dengar pendapat, Menkes Budi menjelaskan perkembangan terkini dari dua kasus hukum PPDS yang sedang berjalan. Ia menyebutkan bahwa kasus di RSHS dan RS Kariadi telah memasuki ranah hukum, masing-masing dalam tahap penyidikan dan SP21. Pernyataan inilah yang kemudian memicu interupsi dari Irma Suryani Chaniago.

Irma menegaskan bahwa kedua kasus tersebut sama-sama besar dan memerlukan perhatian serius dari Kemenkes. Ia menekankan bahwa kasus kekerasan seksual, apalagi yang dilakukan berulang kali, telah mencoreng citra dunia kedokteran dan meninggalkan trauma mendalam bagi korban.

"Ini bukan hanya tentang satu kasus, Pak Menteri. Ini tentang masa depan seorang perempuan, tentang stigma yang akan dia bawa seumur hidupnya. Bapak harus memikirkan dampak psikologis dan sosial yang akan dihadapi korban," ujar Irma dengan nada tinggi.

Irma juga menyoroti fakta bahwa korban perkosaan oleh dokter PPDS di RSHS masih hidup dan harus menanggung trauma berat akibat kejadian tersebut. Ia mengingatkan Menkes bahwa trauma fisik dan psikologis akibat kekerasan seksual dapat menghancurkan masa depan korban, apalagi di tengah stigma masyarakat yang seringkali menyalahkan korban.

Kasus dugaan pemerkosaan ini mencuat ke publik setelah viral di media sosial. Seorang dokter anestesi PPDS Universitas Padjadjaran (Unpad) di RSHS Bandung, bernama Priguna Anugerah, diduga melakukan pemerkosaan terhadap seorang penunggu pasien.

Berdasarkan informasi yang beredar, pelaku diduga membius korban sebelum melakukan aksi bejatnya. Korban mengaku merasakan nyeri di bagian tangan yang diinfus dan area kemaluan setelah siuman. Pihak keluarga korban kemudian melaporkan kejadian ini ke Polda Jabar dan saat ini kasus tersebut sedang dalam tahap penyidikan.

Kasus ini menjadi sorotan tajam karena melibatkan tenaga medis yang seharusnya menjunjung tinggi etika dan moral. Masyarakat menuntut agar pelaku dihukum seberat-beratnya dan Kemenkes melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan dokter spesialis untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Kejadian ini menjadi tamparan keras bagi dunia kesehatan Indonesia. Selain penegakan hukum yang tegas, perlu adanya upaya preventif yang komprehensif untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan rumah sakit dan pendidikan kedokteran. Hal ini meliputi peningkatan pengawasan, edukasi tentang consent dan etika profesi, serta mekanisme pelaporan dan penanganan kasus yang lebih baik.

Berikut poin-poin penting yang disoroti dalam kasus ini:

  • Kritik DPR: Anggota DPR mengkritik Menkes atas penanganan kasus yang dinilai kurang serius.
  • Dampak Trauma: Korban kekerasan seksual mengalami trauma fisik dan psikologis jangka panjang.
  • Stigma Masyarakat: Stigma negatif terhadap korban perkosaan memperburuk kondisi korban.
  • Proses Hukum: Kasus dugaan pemerkosaan sedang dalam proses penyidikan oleh Polda Jabar.
  • Tuntutan Masyarakat: Masyarakat menuntut penegakan hukum yang tegas dan evaluasi sistem pendidikan kedokteran.

Diharapkan dengan penanganan yang serius dan komprehensif, kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pihak terkait dan mencegah terjadinya kejadian serupa di masa depan.