Jeratan Pinjol: Rendahnya Literasi Keuangan dan Tekanan Konsumsi Jadi Faktor Utama Perempuan Terlilit Utang
Fenomena perempuan yang lebih rentan terjerat pinjaman online (pinjol) menjadi sorotan. Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat, mengungkapkan dua faktor krusial yang menjadi penyebab utama tingginya angka perempuan yang terjerat pinjol. Faktor-faktor tersebut adalah literasi keuangan yang rendah dan tekanan konsumsi yang tinggi.
Literasi Keuangan yang Rendah
Rakhmat Hidayat menjelaskan bahwa tingkat literasi keuangan yang rendah di kalangan perempuan menjadi salah satu penyebab utama. Kurangnya pemahaman mengenai produk keuangan, termasuk pinjol, membuat perempuan lebih rentan terhadap tawaran pinjaman yang seringkali menjebak. Mereka mungkin tidak sepenuhnya memahami risiko dan konsekuensi dari pinjaman tersebut, seperti bunga yang tinggi, denda keterlambatan, dan praktik penagihan yang agresif.
Tekanan Konsumsi yang Tinggi
Faktor kedua adalah tekanan konsumsi yang lebih tinggi pada perempuan. Rakhmat menyoroti bahwa perempuan seringkali memiliki kebutuhan konsumsi yang lebih beragam dibandingkan laki-laki. Kebutuhan ini meliputi perawatan tubuh, fashion, perlengkapan rumah tangga, dan kebutuhan lainnya. Pola konsumsi yang tinggi ini, ditambah dengan pendapatan yang mungkin tidak mencukupi, mendorong perempuan untuk mencari sumber dana tambahan, yang seringkali berujung pada pinjol.
Rakhmat juga menyoroti bahwa tekanan konsumsi ini berbeda-beda tergantung pada latar belakang sosial ekonomi perempuan.
- Kelas Menengah: Pada kalangan kelas menengah, gaya hidup yang dipengaruhi oleh media sosial dan iklan digital memicu keinginan untuk terus mengonsumsi. Hal ini menciptakan kebutuhan akan pembiayaan tambahan untuk memenuhi gaya hidup tersebut.
- Kelas Bawah: Sementara itu, pada kalangan kelas bawah, pinjol seringkali menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan dasar rumah tangga yang mendesak akibat keterbatasan pendapatan.
Perempuan Sebagai Target Pasar
Lebih lanjut, Rakhmat menjelaskan bahwa perempuan menjadi target pasar potensial bagi berbagai produk keuangan, termasuk pinjol. Jumlah populasi perempuan yang besar dan kecenderungan mereka untuk lebih responsif terhadap tawaran kredit membuat mereka menjadi sasaran utama bagi perusahaan pinjol.
Perlunya Peningkatan Literasi Keuangan
Melihat kondisi ini, Rakhmat menekankan pentingnya peningkatan program literasi keuangan yang difokuskan pada kelompok perempuan. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai keuangan, perempuan diharapkan dapat membuat keputusan finansial yang lebih bijak dan terhindar dari jeratan pinjol.
Data dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menunjukkan bahwa dari 1.944 pengadu kasus pinjol pada periode 2018-2024, mayoritas adalah perempuan. Hal ini semakin memperkuat argumen bahwa perempuan lebih rentan menjadi korban pinjol dan membutuhkan perlindungan yang lebih besar.
Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, mengungkapkan bahwa sebagian besar korban pinjol berusia produktif, antara 20 hingga 50 tahun. Fakta ini menunjukkan bahwa masalah pinjol tidak hanya berdampak pada kelompok usia tertentu, tetapi juga mengancam produktivitas dan kesejahteraan generasi muda.