Sengketa Lahan Mbah Tupon: ATR/BPN Bantul Temukan Indikasi Cacat Administrasi dalam Akta Jual Beli

Kasus sengketa lahan yang dialami Mbah Tupon, warga Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, memasuki babak baru. Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Bantul mengungkapkan adanya indikasi cacat administratif dalam proses pembuatan akta jual beli (AJB) yang menjadi dasar peralihan sertifikat tanah milik Mbah Tupon kepada pihak lain berinisial IF.

Kepala ATR/BPN Bantul, Tri Harnanto, menjelaskan bahwa secara formal, dokumen-dokumen yang diperlukan dalam proses peralihan nama kepemilikan sertifikat tanah tersebut memang lengkap. Dokumen tersebut termasuk Akta Jual Beli (AJB) antara Mbah Tupon dan IF. Namun, kelengkapan dokumen tersebut tidak serta merta menjamin keabsahan proses peralihan hak.

"Berkaitan dengan sertifikat nomor 24451 yang menjadi pokok sengketa ini, dokumen peralihannya secara formal lengkap. Terdapat Akta Jual Beli yang ditandatangani oleh para pihak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)," terang Tri Harnanto.

Lebih lanjut, Tri menjelaskan bahwa setelah proses peralihan tersebut, dilakukan pemecahan sertifikat. Namun, pemecahan sertifikat tersebut masih atas nama Mbah Tupon, yang oleh Tri disebut sebagai pemecahan sempurna. Permasalahan muncul ketika sertifikat tersebut beralih ke pihak lain, yang dilengkapi dengan dokumen persyaratan peralihan hak.

Indikasi cacat administrasi muncul dari aspek pelaksanaan pembuatan akta jual beli. Tri menyoroti pentingnya pemenuhan tiga syarat dalam setiap perjanjian, termasuk jual beli, yaitu konkret, tunai, dan terang. Konkret berarti obyek perjanjian harus jelas dan ada. Tunai berarti pembayaran dilakukan secara langsung dan lunas. Terang berarti semua pihak memahami dan menyetujui isi perjanjian.

"Cacat administrasi yang kami duga, itu dari aspek-aspek pelaksanaan pembuatan aktanya. Di sana kan tidak disebutkan Mbah Tupon 'kowe oleh duit (kamu dapat uang)', apa benar dapat?" ungkap Tri, mengindikasikan adanya potensi masalah dalam hal pembayaran dan pemahaman Mbah Tupon terkait transaksi jual beli tersebut.

ATR/BPN Bantul menyerahkan sepenuhnya penyelidikan lebih lanjut mengenai dugaan cacat administrasi ini kepada pihak penegak hukum. Pihak kepolisian diharapkan dapat melakukan pendalaman untuk memastikan apakah proses pembuatan AJB tersebut telah memenuhi semua persyaratan yang berlaku. Apabila ditemukan adanya pelanggaran atau ketidaksesuaian, maka proses peralihan hak tersebut dapat dibatalkan.

Sebelumnya, Mbah Tupon, seorang lansia berusia 68 tahun, dilaporkan terancam kehilangan tanah seluas 1.655 meter persegi beserta dua bangunan rumah yang berdiri di atasnya. Sertifikat tanah tersebut telah beralih nama, dan Mbah Tupon menduga dirinya menjadi korban praktik mafia tanah. Kasus ini telah dilaporkan ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.