Wacana Daerah Istimewa Surakarta: Legislator Golkar Pertanyakan Dasar Keistimewaan

Wacana mengenai perubahan status Kota Solo menjadi Daerah Istimewa Surakarta terus bergulir, memicu diskusi di berbagai kalangan. Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar, Ahmad Irawan, turut memberikan tanggapannya terkait usulan tersebut.

Irawan menyoroti perlunya kajian mendalam mengenai dasar keistimewaan yang dimiliki Kota Solo. Menurutnya, pemberian status daerah istimewa lazimnya didasarkan pada aspek kesejarahan dan kebudayaan yang kuat. Ia mempertanyakan, elemen spesifik apa yang menjadikan Solo layak menyandang status tersebut, serupa dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Jika kita berbicara tentang daerah khusus atau istimewa, tak bisa dilepaskan dari aspek sejarah dan budaya. Kedua aspek ini memiliki bobot yang signifikan," ujarnya.

Usulan perubahan status Solo menjadi daerah istimewa ini, menurut Irawan, bermula dari Keraton Surakarta. KPA H Dany Nur Adiningrat dari Keraton Surakarta Hadiningrat menyatakan bahwa usulan ini bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak keraton, termasuk Mangkunegaran.

Irawan menekankan bahwa suatu daerah harus memiliki latar belakang yang kuat untuk dapat dipertimbangkan sebagai daerah istimewa. Ia bahkan menyinggung kemungkinan Kota Solo untuk menjadi sebuah provinsi di masa depan.

"Harus ada hukum yang hidup di daerah tersebut, yang dikenal dengan living law. Pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah, apa yang membuat daerah ini khusus atau istimewa?" tanyanya.

Ia melanjutkan, penentuan status daerah harus jelas, apakah Solo akan menjadi provinsi, kabupaten, atau kota. Irawan mencontohkan kasus Batam, yang memiliki kekhususan tersendiri sebagai sebuah kota.

"Kita perlu mengkaji naskah akademik pemekaran tersebut secara mendalam. Jika ada permintaan keistimewaan, kita harus melihat keistimewaan tersebut dalam hal apa?" kata Irawan.

Politisi Golkar itu juga menyinggung keistimewaan Yogyakarta, di mana kepala daerahnya tidak dipilih melalui pilkada, melainkan dijabat oleh Sultan. Ia mempertanyakan apakah keistimewaan yang diusulkan untuk Solo akan serupa dengan itu.

"Apakah keistimewaan yang dimaksud dalam konteks politik, ekonomi, budaya, atau aspek lainnya? Kita belum sepenuhnya memahami hal ini. Usulan ini masih berupa wacana pemekaran daerah, dan kita belum mengetahui secara pasti kekhususan dan keistimewaan yang dimaksud," imbuhnya.

Irawan menegaskan bahwa usulan ini perlu dikaji secara komprehensif, termasuk dari segi investasi, budaya, dan ekonomi. Ia mengingatkan agar keputusan terkait status daerah istimewa tidak diambil secara tergesa-gesa.

"Kita harus mempelajari dan mendalami naskah revisinya. Kekhususan dan keistimewaannya terletak pada bagian apa? Apakah keistimewaan sebagai kota budaya, atau aspek lainnya?" tuntasnya.

Wacana Solo menjadi Daerah Istimewa Surakarta mencuat setelah rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dengan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri. Usulan ini pertama kali dilontarkan oleh Wamendagri Aria Bima, yang menyebut adanya masukan terkait perubahan status Solo.