ISKA Mendorong Pengambilalihan Pengelolaan Komodo di Cagar Alam Wae Wuul oleh Pemkab Manggarai Barat
Mendesak Pengelolaan Komodo Wae Wuul oleh Pemkab Manggarai Barat
Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) Cabang Manggarai Barat mendesak Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat untuk mengambil alih pengelolaan komodo di Cagar Alam (CA) Wae Wuul. Desakan ini muncul karena kekhawatiran akan kondisi komodo yang dinilai kurang terawat oleh pihak berwenang saat ini.
Ketua ISKA Cabang Manggarai Barat, Bernadus Barat Daya, menyampaikan bahwa Pemkab memiliki kapasitas dan tanggung jawab untuk merawat serta melestarikan komodo di CA Wae Wuul. Menurutnya, keberadaan komodo di cagar alam tersebut saat ini tidak mendapatkan perlindungan yang memadai dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Kami mendesak pemerintah daerah untuk mengambil langkah proaktif. Pengambilalihan kewenangan untuk mengelola komodo di Wae Wuul adalah langkah yang mendesak," ujar Bernadus dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Manggarai Barat.
ISKA menekankan pentingnya tindakan nyata dari pemerintah daerah untuk mencegah potensi kepunahan komodo di Wae Wuul. Bernadus menambahkan bahwa selama ini, perhatian pemerintah daerah terhadap komodo di CA Wae Wuul dinilai kurang, padahal populasi komodo di sana menjadi bukti penting keberadaan komodo di Pulau Flores. Selama ini banyak yang mengira Komodo hanya ada di Pulau Komodo dan Rinca saja.
Bernadus menjelaskan bahwa lokasi CA Wae Wuul tidak terlalu jauh dari Kota Labuan Bajo. Dahulu, populasi komodo di sana cukup banyak. Namun, pengelolaan dan pelestarian komodo selama ini diserahkan kepada BKSDA Provinsi NTT. Kondisi pagar yang rusak dan kurangnya perawatan menjadi indikasi kurangnya perhatian terhadap komodo di Wae Wuul.
Saran dan Usulan ISKA
ISKA menyarankan agar DPRD melakukan pendekatan dengan pemerintah provinsi dan pusat untuk mengalihkan pengelolaan komodo di Wae Wuul kepada pemerintah kabupaten. Alasan utamanya adalah provinsi dinilai gagal menjaga komodo di habitat tersebut. Jika usulan ini disetujui, langkah selanjutnya adalah mengalokasikan anggaran untuk pembangunan pagar keliling dan penyediaan pakan komodo, seperti kambing yang dapat dibeli dari masyarakat setempat.
"Di sana tersedia sumber air dan rumput yang memadai. Dengan adanya pagar yang kokoh, komodo tidak akan keluar dari area konservasi, dan ketersediaan pakan akan terjamin, sehingga populasi komodo berpotensi untuk berkembang," jelas Bernadus.
Lebih lanjut, Bernadus menyampaikan bahwa jika populasi komodo di Wae Wuul meningkat, pemerintah dapat mengembangkan potensi wisata alternatif. Wisatawan tidak perlu lagi jauh-jauh mengunjungi Taman Nasional Komodo (TNK) untuk melihat komodo. Selain itu, Wae Wuul dapat menjadi alternatif kunjungan wisata ketika TNK mengalami overload pengunjung.
"Kita tidak boleh hanya bangga dengan lonjakan jumlah kunjungan wisatawan. Kita harus ingat bahwa terlalu banyak orang di Taman Nasional dapat menimbulkan efek negatif, seperti masalah sampah dan kerusakan lingkungan lainnya," tegasnya.
Bernadus juga menyoroti pentingnya keseimbangan antara eksploitasi dan konservasi komodo. Selama ini, eksploitasi cenderung lebih dominan daripada upaya konservasi, padahal keduanya tidak boleh dipisahkan.