Polemik Struktur Kepemimpinan PSI: Guntur Romli Tuding Jokowi Kritik Terselubung, PSI Beri Tanggapan
Polemik Struktur Kepemimpinan PSI: Guntur Romli Tuding Jokowi Kritik Terselubung, PSI Beri Tanggapan
Pernyataan Guntur Romli, politikus PDI-P dan mantan kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI), terkait gagasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai 'Partai Super Tbk' telah memicu kontroversi. Romli mengaitkan gagasan tersebut dengan struktur kepemimpinan internal PSI, khususnya peran Ketua Dewan Pembina, Jeffrie Geovanie, dan Ketua Umum, Kaesang Pangarep. Ia menduga kritik Jokowi terhadap model partai 'Super Tbk' merupakan sindiran terselubung terhadap struktur kepemimpinan PSI yang dianggapnya tidak transparan dan berpotensi konflik kepentingan.
Romli merujuk pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PSI, khususnya Pasal 14 ayat (1) yang menyebutkan Dewan Pembina sebagai pemegang otoritas tertinggi partai. Menurutnya, pasal ini, beserta pasal-pasal lain dalam AD/ART, memperlihatkan kekuasaan sesungguhnya berada di tangan Jeffrie Geovanie, bukan Kaesang Pangarep. Ia bahkan menuding Jeffrie Geovanie sebagai pemilik sebenarnya PSI, mengingat kewenangan Ketua Umum yang menurutnya terbatas dan dapat diganti sewaktu-waktu oleh Dewan Pembina (Pasal 13 dan 16 AD/ART PSI).
Lebih lanjut, Romli mengilustrasikan PSI sebagai perseroan terbatas (PT) yang dikendalikan oleh Dewan Pembina, bukan sebagai entitas yang demokratis dan transparan seperti yang diharapkan dari sebuah partai politik. Analogi ini digunakan untuk mempertegas argumennya bahwa gagasan Jokowi tentang 'Partai Super Tbk' sebenarnya merupakan kritik terhadap struktur kekuasaan di PSI dan bertujuan untuk melindungi Kaesang Pangarep yang meskipun menjabat Ketua Umum, masih berada di bawah kendali Dewan Pembina. Ia mempertanyakan siapa yang akan menjadi investor mayoritas jika PSI berubah menjadi perusahaan publik (Tbk), apakah Jokowi dan Kaesang? Pertanyaan ini menjadi inti dari tudingannya tentang konflik kepentingan dan kurangnya transparansi dalam struktur kepemimpinan PSI.
Menanggapi tudingan tersebut, Juru Bicara DPP PSI, Wiryawan, menyatakan bahwa internal PSI telah membahas secara matang konsep partai super terbuka. Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut merupakan hasil musyawarah antara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Dewan Pembina. Wiryawan meminta Guntur Romli untuk tidak ikut campur dalam urusan internal PSI dan menghindari penyebaran informasi yang tidak akurat atau tidak dipahaminya. Ia menekankan agar pihak lain tidak berkomentar tentang hal-hal yang tidak mereka pahami dan berhenti menyebarkan informasi yang menyesatkan.
Pernyataan Wiryawan ini dapat diartikan sebagai penolakan terhadap intervensi dari pihak eksternal dan penegasan atas internalisasi keputusan yang telah diambil oleh PSI. Pernyataan ini juga menjadi bukti dari adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara PSI dan Guntur Romli terkait struktur partai dan implikasinya terhadap gagasan 'Partai Super Tbk' yang dilontarkan oleh Presiden Jokowi. Polemik ini pun menimbulkan pertanyaan lebih luas tentang transparansi dan akuntabilitas dalam struktur kepemimpinan partai politik di Indonesia.
Pernyataan dari kedua belah pihak menimbulkan pertanyaan mendasar tentang kepemimpinan partai politik di Indonesia, transparansi internal partai, serta bagaimana seharusnya hubungan antara kekuasaan eksekutif dan partai politik. Kontroversi ini juga mengungkap dinamika politik yang kompleks di Indonesia yang melibatkan Presiden, partai politik, dan tokoh-tokoh politik berpengaruh.