Akomodasi Ilegal Ancam Pariwisata Bali: Okupansi Hotel Turun, Lahan Pertanian Tergerus
Bali, pulau dewata yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya, kini menghadapi tantangan serius dalam sektor pariwisata. Maraknya pembangunan akomodasi ilegal, seperti vila dan guest house tak berizin, telah menimbulkan dampak negatif yang signifikan, mulai dari penurunan tingkat hunian hotel resmi hingga alih fungsi lahan pertanian yang mengancam ketahanan pangan dan identitas budaya Bali.
Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali mengungkapkan kekhawatiran mendalam terkait fenomena ini. Penurunan okupansi hotel yang mencapai 10-20 persen pada awal 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya menjadi indikasi nyata kerugian yang dialami oleh pelaku usaha perhotelan yang taat aturan. Kehadiran akomodasi ilegal menawarkan harga yang lebih murah karena tidak terbebani oleh pajak dan biaya operasional yang sesuai standar, sehingga menarik minat wisatawan dan menciptakan persaingan yang tidak sehat.
Namun, dampak buruk akomodasi ilegal tidak hanya terbatas pada sektor perhotelan. Alih fungsi lahan pertanian menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan ekosistem dan budaya agraris Bali. Sawah-sawah yang dulunya menghiasi lanskap pulau ini kini semakin tergerus oleh pembangunan vila, guest house, dan akomodasi lainnya. Data dari berbagai sumber menunjukkan bahwa ribuan hektare lahan pertanian telah beralih fungsi dalam beberapa tahun terakhir, terutama di kawasan-kawasan wisata populer seperti Canggu, Ubud, dan Jimbaran.
Alih fungsi lahan ini tidak hanya mengurangi lahan produktif untuk pertanian, tetapi juga mengancam keberadaan Subak, sistem irigasi tradisional yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia. Hilangnya sawah berarti hilangnya bagian penting dari identitas budaya Bali yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Pemerintah daerah Bali telah menyadari permasalahan ini dan berupaya mengambil langkah-langkah penertiban. Pembentukan tim pengawas akomodasi yang dipimpin langsung oleh Gubernur Bali menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menindak akomodasi ilegal. Koordinasi dengan Kementerian Pariwisata juga dilakukan untuk memastikan penanganan yang lebih efektif dan berbasis data akurat.
Namun, penertiban akomodasi ilegal bukanlah satu-satunya solusi. Pemerintah juga perlu memperketat pengawasan terhadap rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan memberikan insentif kepada petani untuk mempertahankan lahan pertanian mereka. Selain itu, edukasi kepada wisatawan tentang pentingnya memilih akomodasi yang legal dan bertanggung jawab juga perlu ditingkatkan.
Keberlanjutan pariwisata Bali tidak hanya bergantung pada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan, tetapi juga pada perlindungan lingkungan dan budaya. Pertumbuhan pariwisata harus sejalan dengan upaya menjaga kelestarian alam dan identitas budaya Bali agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Jika tidak, Bali berisiko kehilangan daya tariknya dan menjadi korban dari kesuksesannya sendiri.
Beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk menekan dampak negatif akomodasi ilegal dan alih fungsi lahan antara lain:
- Penegakan Hukum yang Tegas: Pemerintah harus menindak tegas pemilik akomodasi ilegal dan memberikan sanksi yang setimpal.
- Pengawasan RTRW: Pengawasan terhadap pelaksanaan RTRW harus diperketat untuk mencegah pembangunan akomodasi di lahan pertanian.
- Insentif untuk Petani: Pemerintah dapat memberikan insentif kepada petani untuk mempertahankan lahan pertanian mereka, seperti subsidi pupuk atau bantuan modal.
- Edukasi Wisatawan: Kampanye edukasi kepada wisatawan tentang pentingnya memilih akomodasi yang legal dan bertanggung jawab.
- Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan: Pengembangan pariwisata harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan, seperti penggunaan energi terbarukan dan pengelolaan sampah yang baik.
Hanya dengan upaya bersama dari pemerintah, pelaku usaha pariwisata, dan masyarakat, Bali dapat mengatasi tantangan ini dan memastikan keberlanjutan pariwisatanya.