Polda Kalsel Bongkar Sindikat Narkoba Internasional, Diduga Terkait Fredy Pratama

Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan (Polda Kalsel) berhasil mengungkap jaringan peredaran narkotika skala besar yang diduga kuat terkait dengan gembong narkoba internasional, Fredy Pratama. Pengungkapan ini berhasil mengamankan barang bukti berupa sabu seberat 8,7 kilogram dan lebih dari 10.000 butir ekstasi.

Direktur Reserse Narkoba Polda Kalsel, Komisaris Besar Polisi Kelana Jaya, menjelaskan bahwa operasi penangkapan ini berhasil membekuk empat tersangka yang teridentifikasi sebagai SP, HM, MF, dan MS. Keempatnya diduga memiliki peran kunci dalam mendistribusikan narkotika di berbagai wilayah.

"Jaringan ini terindikasi kuat terafiliasi dengan Fredy Pratama. Mereka beroperasi di bawah kendali beberapa operator yang saat ini masih dalam pengejaran," ungkap Kombes Pol. Kelana Jaya.

Kronologi penangkapan dimulai dengan penangkapan SP di wilayah Banjarbaru. Berdasarkan informasi dari SP, tim Ditresnarkoba Polda Kalsel kemudian mengembangkan penyelidikan dan berhasil mengamankan tiga tersangka lainnya di lokasi terpisah.

Berikut adalah rincian barang bukti yang berhasil disita dari para tersangka:

  • Sabu: 8,7 kilogram
  • Ekstasi: 10.049 butir
  • Serbuk Ekstasi: 24,14 gram

Kombes Pol. Kelana Jaya menambahkan bahwa para tersangka tergolong licin dan memiliki jaringan yang luas, bahkan hingga ke luar Kalimantan. "Kami terus memantau jaringan ini sampai ke Makassar, Palu, dan Kendari. Mereka juga aktif beroperasi di Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Utara," jelasnya.

Berdasarkan hasil penyidikan, sabu dan ekstasi tersebut berasal dari Malaysia dan diselundupkan ke Kalsel melalui Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara. Hal ini mengindikasikan adanya jaringan internasional yang terlibat dalam peredaran narkoba ini.

Atas perbuatan mereka, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka terancam hukuman pidana penjara minimal enam tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda hingga Rp 13 miliar.