Misteri Pulau Karya: Jejak Kelam dan Legenda Hantu Tentara Buntung
Kepulauan Seribu, terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya, menyimpan sebuah pulau dengan kisah kelam dan legenda yang beredar dari mulut ke mulut. Pulau Karya, yang terletak tak jauh dari Pulau Panggang dan Pulau Pramuka, kini menjadi sebuah tempat pemakaman umum (TPU) bagi penduduk sekitar. Namun, di balik ketenangannya, tersembunyi masa lalu yang suram dan cerita-cerita mistis yang membuat bulu kuduk merinding.
Dulu, Pulau Karya hanyalah hutan belantara. Pada masa pemerintahan Soeharto, pulau ini beralih fungsi menjadi area latihan tembak bagi militer. Tak ada yang menaruh curiga pada awalnya, suara tembakan hanya dianggap sebagai bagian dari latihan rutin. Namun, setelah peristiwa kerusuhan tahun 1998, warga mulai memahami makna sebenarnya dari 'latihan tembak' tersebut.
Selanjutnya, sebuah proyek pembangunan ambisius dimulai. Pulau Karya direncanakan menjadi pusat pemerintahan dengan fasilitas lengkap, termasuk rumah dinas pejabat, kantor polisi, markas pemadam kebakaran, hingga markas TNI. Namun, dalam proses pembangunan, sebuah penemuan mengerikan terungkap: puluhan tengkorak manusia ditemukan di dalam tanah.
Meski fasilitas telah berdiri, tak seorang pun betah tinggal di sana. Desas-desus tentang keangkeran pulau mulai menyebar luas. Cerita yang paling terkenal adalah penampakan upacara bendera setiap tanggal 17 Agustus. Konon, yang berbaris dalam upacara tersebut adalah hantu tentara. Menurut kesaksian warga, mereka kerap melihat sekilas penampakan tentara yang tidak lengkap, dengan tangan buntung, kepala tanpa wajah, atau mata yang terlepas.
Konon, Pulau Karya bukanlah satu-satunya lokasi eksekusi. Pulau-pulau kecil tak berpenghuni di Kepulauan Seribu seringkali menjadi tempat 'latihan tembak' pada masa lalu. Meskipun tidak ada larangan resmi untuk mengunjungi pulau ini, wisatawan yang ingin berkemah di sana diimbau untuk berhati-hati. Tak jarang, mereka datang untuk meminta bantuan karena mengalami kejadian aneh.
Menurut penuturan warga, dahulu rumah dinas di pulau tersebut masih digunakan oleh pejabat yang datang berkunjung. Para hantu tentara seringkali mendatangi mereka untuk meminta perlengkapan sehari-hari seperti pasta gigi atau sabun, dengan mengenakan seragam lengkap. Namun, ketika ditanyakan ke markas TNI, tak ada yang mengakuinya. Dari situlah warga menyadari bahwa mereka berhadapan dengan makhluk halus.
Kini, kantor polisi telah dipindahkan, dan rumah-rumah dinas hampir roboh dimakan karat dan rayap. Meskipun demikian, warga sekitar masih sering mengunjungi pulau tersebut karena merasa tidak perlu takut. Mereka percaya bahwa mereka hidup berdampingan dengan makhluk halus tersebut.
Bahkan, warga seringkali mencuci pakaian bersama-sama di sana karena airnya jernih, tidak seperti air asin di Pulau Panggang. Pantainya yang indah juga menjadi tempat bermain bola bagi anak-anak muda di sore hari. Pulau ini terbuka untuk umum, namun wisatawan yang ingin berkunjung diwajibkan untuk berziarah ke makam leluhur untuk meminta izin.
Dahulu, ada seorang juru kunci bernama Uwa Man yang bertugas memanggil para penunggu pulau dan meminta mereka untuk tidak mengganggu para pengunjung. Namun, Uwa Man telah meninggal dunia, dan istrinya pun telah pindah dari sana. Oleh karena itu, wisatawan disarankan untuk berziarah ke makam bersama warga pulau untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.