Pengusaha Pulau Tidung Raup Untung dari Wisata Bahari dan Ekspor Teripang

Pulau Tidung, permata di gugusan Kepulauan Seribu, tak pernah sepi pengunjung, terutama saat musim liburan tiba. Popularitasnya sebagai destinasi snorkeling telah lama dikenal, menarik wisatawan yang ingin menikmati keindahan bawah lautnya.

Rudy Hartono, seorang pengusaha lokal berusia 45 tahun, telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut nadi pariwisata Pulau Tidung. Sejak tahun 2013, ia menggeluti bisnis penyewaan alat snorkeling, memanfaatkan kedekatan rumahnya dengan Pelabuhan Tidung. Dengan 160 set perlengkapan yang dimilikinya, mulai dari jaket pelampung hingga masker dan fins, Rudy siap melayani para pelancong yang ingin menjelajahi keindahan bawah laut.

"Saat libur panjang tiba, semua alat snorkeling pasti ludes tersewa," ujarnya dengan nada bangga. Rudy menjelaskan bahwa ia biasanya berhubungan dengan operator tur yang memesan alat-alat tersebut jauh-jauh hari. "Jika long weekend, keuntungan yang kami dapat bisa mencapai 10 hingga 15 juta rupiah, karena alat-alat tersebut bisa digunakan dua kali sehari, pagi dan sore," tambahnya.

Tarif sewa alat snorkeling yang ditawarkannya cukup terjangkau, hanya Rp 15 ribu per hari. Bahkan di akhir pekan biasa pun, bisnisnya tetap menggeliat dengan 30 hingga 50 set alat snorkeling yang disewakan.

Namun, jiwa wirausaha Rudy tak berhenti pada penyewaan alat snorkeling. Ia melihat potensi lain yang tersembunyi di Pulau Tidung, yaitu kelimpahan teripang dan ikan buntal. Dengan semangat untuk mengembangkan bisnisnya, Rudy mencoba menjajaki jalur ekspor melalui pihak ketiga.

Tantangan terbesar yang dihadapinya adalah modal yang besar. Ia tak ingin mengabaikan bisnis snorkeling yang telah menjadi sumber penghidupannya. Dua tahun lalu, Rudy memutuskan untuk menjadi nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Gayung bersambut, BRI memberikan pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 35 juta. Sebagian dana tersebut digunakan untuk modal usaha baru, sementara sisanya disimpan sebagai tabungan. Usaha pengolahan teripang kering dan ikan buntal pun mulai dirintis. Produk-produk tersebut kemudian diekspor ke China.

Teripang dan kulit ikan buntal yang dikeringkan dimanfaatkan sebagai bahan makanan, sementara bagian dalam ikan buntal dijual sebagai bahan benang operasi. Proses pengolahan ini membutuhkan waktu sekitar satu bulan, sehingga bisnis snorkeling tetap menjadi penopang utama.

"Modal awal sekitar Rp 80 juta untuk membeli teripang dan ikan buntal dari nelayan. Teripang kering dijual seharga Rp 1,8 juta per kilogram, sedangkan ikan buntal kering seharga Rp 3 juta per kilogram," jelas Rudy.

Ia menambahkan bahwa usaha pengolahan teripang masih jarang dilirik karena membutuhkan modal yang cukup besar. Rudy memperkirakan hanya ada kurang dari lima orang yang menggeluti bisnis ini di Pulau Tidung.

Dengan kerja keras dan ketekunan, kedua usaha Rudy berkembang pesat. Setelah berhasil melunasi pinjaman pertama, ia kembali mengajukan pinjaman kedua sebesar Rp 50 juta sebagai dana darurat.

Redi, Mantri BRI yang mendampingi Rudy, mengungkapkan bahwa usaha Rudy mengalami perkembangan yang signifikan. BRI memberikan dukungan penuh terhadap kedua usaha tersebut, terutama karena merupakan bagian dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Pulau Tidung.

"Kami berharap usaha Pak Rudy semakin maju dan terus mengembangkan potensi Pulau Tidung," pungkas Redi.