Negara-Negara Kepulauan Pasifik Menggugat Komitmen Iklim G20 yang Lemah

Negara-negara kepulauan kecil di kawasan Pasifik lantang menyuarakan kekecewaan mendalam terhadap komitmen iklim negara-negara G20 yang dinilai tidak memadai. Menjelang Sidang Umum PBB, para pemimpin negara-negara Small Island Developing States (SIDS) melayangkan surat terbuka yang berisi tuntutan ambisius, mendesak para pemimpin dunia, terutama anggota G20, untuk merevisi target iklim nasional (NDC) mereka agar selaras dengan tujuan membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius.

Surat tersebut bukan sekadar imbauan diplomatis, melainkan teguran keras yang menggambarkan jurang antara janji dan realita. Para pemimpin SIDS menegaskan bahwa dunia berada di jalur yang salah dan berisiko gagal memenuhi komitmen Perjanjian Paris 2015. Mereka menyoroti bahwa suhu bumi telah meningkat lebih dari 1 derajat Celsius dan tanpa tindakan nyata yang segera diambil, ambang batas 1,5 derajat Celsius akan terlampaui, membawa konsekuensi katastropik bagi seluruh planet, khususnya bagi negara-negara kepulauan yang rentan.

Para pemimpin SIDS menuntut agar NDC yang baru difokuskan pada pengurangan emisi domestik secara signifikan, bukan mengandalkan kompensasi karbon dari negara-negara berkembang. Mereka juga menyerukan penghentian total pendanaan internasional untuk proyek bahan bakar fosil dan mendesak negara-negara besar untuk mencabut subsidi energi kotor, janji yang telah diabaikan selama lebih dari 15 tahun.

Menyadari urgensi situasi, negara-negara kepulauan Pasifik membawa isu perubahan iklim ke Mahkamah Internasional (ICJ). Langkah ini bertujuan untuk mempertegas bahwa kelalaian dalam menangani krisis iklim merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional. Mereka berpendapat bahwa keterlambatan aksi akan memicu serangkaian bencana dahsyat, termasuk:

  • Pemanasan global yang semakin parah
  • Keruntuhan sistem pangan
  • Kehancuran ekonomi
  • Gelombang migrasi massal
  • Ketidakstabilan global

Para pemimpin SIDS memperingatkan bahwa dunia sedang menuju "putaran bencana berulang, dari bencana alam, kehancuran ekosistem, kelaparan, dan migrasi besar-besaran." Mereka menekankan bahwa "kemanusiaan, visi, dan kerja sama adalah satu-satunya jalan keluar."

Sebagai ultimatum, negara-negara kepulauan Pasifik mengancam akan menuntut revisi target iklim secara cepat dan mendesak implementasi kebijakan iklim yang lebih progresif jika negara-negara besar gagal menunjukkan kemajuan signifikan pada September 2025. Pesan yang disampaikan jelas dan tegas: "Bumi sudah dalam kondisi kritis. Ini kesempatan terakhir kita."