Moratorium Tak Efektif: Ratusan Ribu Pekerja Migran Indonesia Diduga Ilegal di Arab Saudi

Moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi yang telah berlangsung sejak 2011 ternyata tidak sepenuhnya efektif. Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) mengungkapkan bahwa sekitar 183.000 pekerja migran Indonesia (PMI) atau TKI diduga berangkat ke Arab Saudi secara ilegal selama periode tersebut. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait perlindungan hukum dan keselamatan para pekerja.

Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, menyampaikan keprihatinannya dalam sebuah rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI. Menurutnya, puluhan ribu pekerja migran setiap tahunnya tidak terdata dalam Sistem Pelayanan Administrasi penempatan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2MI), sehingga mereka rentan terhadap berbagai risiko eksploitasi dan penyalahgunaan. Ketidakjelasan status hukum ini membuat mereka kehilangan akses terhadap perlindungan dasar yang seharusnya mereka dapatkan sebagai pekerja migran.

"Walaupun moratorium dilaksanakan, tiap hari banyak yang berangkat. Ini yang harus kita garisbawahi sebagai bagian terpenting justru untuk melindungi pekerja kita," ujar Karding.

Karding menjelaskan bahwa para pekerja migran ini menggunakan berbagai cara untuk dapat memasuki Arab Saudi secara ilegal. Modus yang paling umum adalah dengan memanfaatkan visa ziarah atau visa wisata. Sesampainya di Arab Saudi, mereka kemudian berusaha untuk mengubah status visa mereka menjadi visa kerja. Praktik ini jelas melanggar peraturan imigrasi dan menempatkan para pekerja migran dalam posisi yang sangat rentan.

Modus Operandi Pekerja Migran Ilegal:

  • Menggunakan visa ziarah.
  • Memanfaatkan visa wisata.
  • Konversi visa menjadi visa kerja di Arab Saudi.

Pemerintah Indonesia saat ini tengah berupaya untuk mengatasi permasalahan ini melalui dialog dengan Pemerintah Arab Saudi. Salah satu poin penting yang dibahas adalah mengenai pemutihan status bagi 183.000 pekerja migran ilegal tersebut. Jika disetujui, pemutihan ini akan memberikan kesempatan bagi para pekerja migran untuk mendapatkan status hukum yang jelas dan terjamin perlindungannya.

"Itu diputihkan, menurut Arab Saudi loh ya, ini masih draft. Nah itu yang saya sangat tertarik, karena ini diputihkan 183.000 ini bukan hal kecil. Kalau bisa masuk ke data kita dan itu terlindungi kan, kita bisa menyelesaikan, menjaga nyawa manusia begitu banyak," jelas Karding.

Upaya pemutihan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk menata kembali sistem penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia di Arab Saudi. Pemerintah Indonesia perlu bekerja sama dengan Pemerintah Arab Saudi untuk memastikan bahwa para pekerja migran mendapatkan perlindungan yang memadai dan tidak menjadi korban eksploitasi.