Dewi Agustiningsih Ukir Prestasi Gemilang: Doktor Termuda dan Tercepat UGM di Usia 26 Tahun
Universitas Gadjah Mada (UGM) baru saja menggelar wisuda pascasarjana yang istimewa, salah satunya karena menobatkan Dr. Dewi Agustiningsih, S.Si, sebagai lulusan doktor termuda dan tercepat. Dewi, seorang perempuan cerdas dari Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM, berhasil menyelesaikan pendidikan doktoralnya dalam waktu yang mengesankan, hanya 2 tahun 6 bulan 13 hari. Prestasi ini jauh melampaui rata-rata masa studi program doktor di UGM, yaitu 4 tahun 7 bulan.
Tidak hanya itu, Dewi juga mencatatkan diri sebagai wisudawan doktor termuda pada wisuda kali ini. Ia berhasil meraih gelar doktor di usia 26 tahun 6 bulan, jauh di bawah rata-rata usia lulusan program doktor UGM yang mencapai 42 tahun 6 bulan 16 hari. Saat ini, Dewi mengabdikan dirinya sebagai dosen di Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung (ITB). Perjalanan akademiknya dimulai di UGM, tempat ia meraih gelar sarjana pada tahun 2020.
Perjalanan pendidikan Dewi tidaklah mudah. Ia memulai studi di perguruan tinggi pada tahun 2016 dengan bekal beasiswa Bidikmisi. Setelah menyelesaikan S1, Dewi kembali mendapatkan kesempatan emas melalui beasiswa Program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU), sebuah program yang dirancang untuk mengakselerasi pendidikan sarjana unggulan langsung ke jenjang S2 dan S3.
"Saya tidak pernah menyangka bisa mencapai jenjang doktoral," ungkap Dewi dalam keterangan tertulis yang dirilis oleh Humas UGM. "Setelah lulus S1, saya mencoba mengikuti seleksi program PMDSU dan sangat bersyukur diterima." Keberhasilan ini menjadi bukti nyata bahwa kerja keras dan kesempatan dapat membawa seseorang meraih impian setinggi apapun.
Dewi tak menampik bahwa kondisi ekonomi menjadi salah satu tantangan terbesarnya dalam menempuh pendidikan, termasuk menyelesaikan program doktor. Saat menempuh studi S1, ia hanya memiliki uang saku sebesar Rp 600.000 per bulan, yang harus ia kelola dengan bijak untuk memenuhi kebutuhan kos, makan, dan perkuliahan. Namun, kesulitan ekonomi tidak membuatnya patah semangat. Ia justru belajar tentang kemandirian dan ketekunan, yang menjadi modal berharga untuk bertahan hingga jenjang S3. "Motivasi saya sederhana," jelas Dewi. "Saya hanya ingin membuktikan bahwa latar belakang ekonomi tidak bisa membatasi impian seseorang."
Fokus penelitian disertasi Dewi adalah sintesis dan pengembangan material katalis berbasis material anorganik, khususnya untuk aplikasi reaksi organik seperti reaksi cross-coupling. Dalam penelitiannya, Dewi melakukan modifikasi material berbasis silika dan titania dengan senyawa organosilan dan logam transisi dengan tujuan meningkatkan aktivitas dan kestabilan material tersebut sebagai katalis heterogen. "Tujuannya adalah menghasilkan material yang bisa digunakan untuk sintesis senyawa-senyawa penting, namun dengan metode yang lebih ramah lingkungan dan efisien," paparnya.
Ke depannya, Dewi memiliki harapan besar untuk terus mengembangkan penelitiannya, terutama di bidang katalis dan kimia material. Ia juga ingin menjadi inspirasi bagi mahasiswa-mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu, membuktikan bahwa dengan tekad dan semangat belajar yang kuat, mimpi setinggi apapun dapat diraih.