DPR Soroti Potensi BUMD Jadi Lahan Titipan Tim Sukses Pilkada

DPR RI Tekankan Profesionalitas dalam Pengelolaan BUMD

Komisi II DPR RI menyoroti potensi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menjadi ajang bagi-bagi jabatan bagi tim sukses (timses) kepala daerah terpilih. Kekhawatiran ini muncul mengingat BUMD seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi daerah, bukan sekadar beban anggaran daerah.

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan perlunya profesionalitas dalam pengelolaan BUMD. Ia menyatakan bahwa BUMD harus dikembangkan sebagai kekuatan ekonomi baru di daerah, bukan malah menjadi wadah penampungan dana APBD untuk membiayai tim sukses gubernur, bupati, atau wali kota. Pernyataan ini disampaikan di Gedung DPR RI pada Senin, 28 April 2025.

Rifqinizamy mengungkapkan kekhawatirannya bahwa BUMD yang menggunakan APBD justru merugi akibat penunjukan orang-orang yang tidak kompeten untuk menduduki posisi-posisi strategis. Ia menggambarkan situasi di mana direksi, dewan pengawas, dan komisaris diisi oleh orang-orang dari tim sukses, namun BUMD tersebut tidak berkembang.

"Nanti jadi direksi tim suksesnya, jadi dewan pengawasnya, dari komisarisnya, yang ternyata BUMD-nya nggak berkembang. Antara cost yang dibuat melalui APBD dengan benefit yang dihasilkan melalui profit enggak nyambung," ungkap Rifqinizamy.

Untuk mengatasi masalah ini, Komisi II DPR RI mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap seluruh BUMD di Indonesia. Rifqinizamy secara khusus meminta Dirjen Pengawasan dan Pembinaan BUMD untuk menyehatkan BUMD yang bermasalah, bahkan membubarkannya jika tidak lagi mampu beroperasi.

"Karena itu Kementerian Dalam Negeri, kami ingin dorong Dirjen Pengawasan dan Pembinaan BUMD. Melalui Dirjen ini nanti akan disehatkan yang enggak sehat. Kalau memang enggak kuat lagi, kalau perlu bubarkan," jelas Rifqinizamy.

Ia juga menekankan bahwa meskipun kepala daerah memiliki hak untuk menunjuk seseorang menduduki jabatan di BUMD, penunjukan tersebut harus didasarkan pada profesionalitas dan penempatan yang tepat. Rifqinizamy menegaskan bahwa masalah akan timbul jika penunjukan tersebut tidak menghasilkan keuntungan bagi BUMD.

"Kalau soal orang sebetulnya sepanjang diletakkan secara tepat dan profesional mungkin tidak menjadi isu. Akan menjadi isu kalau kemudian itu tidak menghasilkan profit bagi BUMD-nya," kata Rifqinizamy.

Rifqinizamy mengkritik praktik di mana BUMD hanya menjadi beban APBD, di mana setiap tahunnya hanya ada setoran modal dari APBD yang sebagian besar digunakan untuk operasional, termasuk gaji. Ia menegaskan bahwa tujuan BUMD bukanlah untuk itu.

"BUMD dibuat hanya untuk kemudian setiap tahun ada setoran modal dari APBD, dan setoran modalnya itu lebih banyak untuk operasional termasuk gaji. Ini kan yang tidak sehat. Maksud BUMD kan bukan itu," pungkasnya.

Komisi II DPR RI berharap Kemendagri dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan BUMD dikelola secara profesional dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian daerah. Pengawasan yang ketat dan pembinaan yang berkelanjutan diharapkan dapat mencegah BUMD menjadi lahan bagi-bagi jabatan dan beban anggaran daerah.