Pemerintah Susun Regulasi untuk Puluhan Ribu Sumur Minyak Ilegal Demi Tingkatkan Produksi Nasional

Pemerintah Indonesia tengah berupaya menertibkan puluhan ribu sumur minyak yang dikelola masyarakat secara ilegal. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk meningkatkan produksi minyak nasional, sekaligus memperbaiki dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang selama ini ditimbulkan akibat praktik ilegal tersebut.

Plh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Tri Winarno, menjelaskan bahwa saat ini praktik pengelolaan sumur minyak oleh masyarakat terbagi dalam beberapa kategori, berdasarkan lokasinya terhadap Wilayah Kerja (WK) Migas dan operasi kontraktor. Kategori tersebut meliputi:

  • Sumur masyarakat di luar WK Migas.
  • Sumur masyarakat di dalam WK Migas.
  • Sumur masyarakat di dalam WK Migas dan di dalam wilayah operasi kontraktor.
  • Penyulingan ilegal di sekitar lokasi sumur masyarakat (illegal refinery).

Berdasarkan data yang diterima Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebaran sumur minyak ilegal ini terkonsentrasi di beberapa wilayah, seperti Sumatera Selatan, Aceh, Jambi, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di Sumatera Selatan saja, diperkirakan terdapat lebih dari 7.700 sumur minyak masyarakat, dengan produksi harian berkisar antara 6.000 hingga 10.000 barel.

Maraknya praktik illegal drilling ini menimbulkan berbagai permasalahan kompleks, mulai dari aspek legalitas, keteknikan, lingkungan, hingga sosial ekonomi. Salah satu dampak ekonomi yang signifikan adalah hilangnya potensi penerimaan negara dan terganggunya iklim investasi di sektor migas.

Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah sedang menyusun regulasi yang akan mengatur tiga bentuk kerjasama pengelolaan sumur minyak masyarakat. Pertama, kerjasama antara Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) dengan mitra, yang dapat berupa kerjasama operasi atau teknologi, mencakup sumur idle well, sumur produksi, idle field, serta lapangan produksi.

Kedua, kerjasama pengelolaan sumur minyak oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau koperasi yang melibatkan masyarakat sekitar. Melalui skema ini, kegiatan produksi dari sumur masyarakat akan memiliki payung hukum yang jelas dan dibina agar sesuai dengan standar industri migas nasional. BUMD atau koperasi akan menjadi mitra resmi yang bekerja sama secara langsung dengan K3S, sehingga produksi minyak dari sumur-sumur masyarakat tetap berada dalam koridor kontrak kerja sama migas yang sah, sesuai dengan Undang-Undang Migas.

Ketiga, kerjasama pengusahaan sumur tua yang sudah berjalan sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2008.

Sebagai bagian dari upaya penertiban ini, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) akan melakukan kerjasama produksi sumur minyak dengan BUMD atau koperasi, dengan ketentuan diperbolehkan produksi selama periode penanganan sementara, yaitu selama empat tahun. Dalam kurun waktu tersebut, akan dilakukan upaya perbaikan dan pembinaan agar sesuai dengan Good Engineering Practices. Jika dalam empat tahun tidak ada perbaikan, maka akan dilakukan penghentian atau penegakan hukum. Selain itu, selama masa penanganan sementara, tidak diperbolehkan adanya penambahan sumur baru.

Pemerintah juga akan mempercepat inventarisasi sumur minyak masyarakat yang berpotensi untuk dilakukan kerjasama produksi minyak dengan BUMD atau koperasi. Proses inventarisasi ini diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu satu hingga satu setengah bulan.