Kementerian P2MI Ungkap Ratusan Ribu Pekerja Migran Ilegal di Arab Saudi Terancam Tidak Terlindungi

Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) mengungkapkan kekhawatiran mendalam terkait nasib ratusan ribu pekerja migran ilegal yang berada di Arab Saudi. Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, menyampaikan bahwa sekitar 183 ribu pekerja migran ilegal di Arab Saudi sangat rentan terhadap berbagai risiko karena tidak terdata dan tidak mendapatkan perlindungan yang memadai dari negara.

Hal ini disampaikan dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta. Karding menjelaskan bahwa setiap tahun, sekitar 25 ribu pekerja migran non-prosedural atau ilegal terus berangkat ke luar negeri. Mereka tidak terdata dalam Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Sisko P2MI), sehingga sangat riskan terhadap perlindungan hukum dan sosial.

Padahal, pemerintah telah memberlakukan moratorium terhadap pengiriman pekerja migran ilegal. Bahkan, Menteri Karding beserta jajarannya telah melakukan kunjungan ke Arab Saudi untuk meninjau langsung kondisi para pekerja migran di sana. Hasilnya, ditemukan bahwa total pekerja migran Indonesia yang berada di Riyadh mencapai 183 ribu orang dan berpotensi tidak terlindungi.

Selain membahas situasi di Arab Saudi, rapat tersebut juga menyoroti penanganan pekerja migran Indonesia di Kamboja, Myanmar, dan Laos. Myanmar tercatat sebagai negara dengan jumlah pemulangan pekerja migran ilegal tertinggi. Pada tahun 2025, tercatat 698 orang pekerja migran Indonesia yang dipulangkan dari Myanmar, meningkat signifikan dibandingkan tahun 2024 yang hanya 26 orang. Sementara itu, pemulangan dari Kamboja mengalami penurunan dari 391 orang (2024) menjadi 82 orang (2025), dan Laos dari 16 orang (2024) menjadi 22 orang (2025).

Secara keseluruhan, terdapat 1.235 pekerja migran Indonesia yang telah dipulangkan dari ketiga negara tersebut pada periode 2024-2025. Kementerian P2MI juga berhasil mencegah keberangkatan 7.701 calon pekerja migran ilegal, dimana sebagian kecil di antaranya (6%) memiliki tujuan Kamboja, Myanmar, dan Laos.

Modus operandi yang digunakan oleh sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin beragam, termasuk:

  • Menempatkan petugas di daerah rekrutmen.
  • Menyebarkan iklan lowongan kerja palsu di media sosial.
  • Merekrut calon pekerja migran tanpa melalui perusahaan resmi.
  • Menampung calon pekerja migran ilegal.
  • Memberikan pelatihan kerja yang tidak sesuai dengan standar.
  • Menggunakan visa wisata dan tiket pulang pergi palsu untuk mengelabui petugas.
  • Mengikat korban dengan kontrak kerja berbahasa asing.
  • Memberangkatkan pekerja migran dalam kelompok kecil.
  • Menggunakan rute tidak langsung ke negara tujuan.

Kementerian P2MI telah melakukan evaluasi terhadap penanganan TPPO dan menekankan pentingnya pemetaan korban dan pelaku untuk sosialisasi dan penindakan yang lebih efektif. Selain itu, penempatan petugas perlindungan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) juga dianggap krusial untuk mempercepat layanan pengaduan.

Sebagai bentuk tindakan tegas, Kementerian P2MI telah membekukan sementara izin operasional tiga Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang terbukti melanggar aturan. Tindakan ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi P3MI nakal dan melindungi para pekerja migran dari praktik-praktik ilegal. Selain itu, dibentuk pula tim respons cepat untuk mencegah pemberangkatan ilegal dan melakukan patroli siber untuk menindak konten rekrutmen ilegal di internet, dimana 75 konten telah berhasil diturunkan (take down).