Tunggakan Bahan Bakar Membayangi Operasional TNI AL, KSAL Ajukan Pemutihan Utang Triliunan Rupiah ke Pertamina

Kinerja operasional Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) terhambat akibat beban tunggakan pembayaran bahan bakar minyak (BBM) kepada PT Pertamina (Persero). Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Muhammad Ali, mengungkapkan bahwa total tunggakan tersebut mencapai angka yang signifikan, menyentuh triliunan rupiah, dan mendesak adanya solusi pemutihan mengingat dampaknya yang mengganggu terhadap kelancaran tugas-tugas di lapangan.

Dalam forum rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Laksamana Ali menyampaikan keluhan mengenai keterbatasan alokasi bahan bakar yang tersedia untuk menunjang operasional armada laut. Ia menjelaskan bahwa beban utang yang harus ditanggung saat ini semakin berat, dengan akumulasi tunggakan mencapai Rp 2,25 triliun dan tambahan utang baru sebesar Rp 3,2 triliun. Kondisi ini, menurutnya, sangat mengganggu ritme dan efektivitas kegiatan operasional yang menjadi tanggung jawab TNI AL.

"Terkait masalah bahan bakar, kami merasa masih sangat terbatas. Beban tunggakan mencapai Rp 2,25 triliun, dan saat ini kami dihadapkan pada kewajiban membayar utang lagi sebesar Rp 3,2 triliun. Ini adalah tunggakan yang sangat mengganggu operasional kami. Harapan kami, masalah bahan bakar ini dapat diselesaikan dengan pemutihan," tegas Laksamana Ali.

Sebagai solusi alternatif, KSAL mengusulkan agar pengelolaan dan pengadaan bahan bakar untuk kebutuhan TNI AL dialihkan dan diintegrasikan langsung di bawah kendali Kementerian Pertahanan (Kemhan). Ia berpendapat bahwa isu bahan bakar seharusnya menjadi tanggung jawab terpusat di Kemhan, sehingga koordinasi dan pengawasan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien.

"Kami mengusulkan agar pengelolaan bahan bakar ini diatur oleh Kemhan secara terpusat. Harapannya, dengan sentralisasi di Kemhan, masalah-masalah terkait bahan bakar dapat diatasi dengan lebih baik," imbuhnya.

Laksamana Ali menekankan bahwa ketersediaan bahan bakar merupakan aspek krusial bagi Angkatan Laut. Bahkan dalam kondisi tidak bergerak, kapal-kapal TNI AL tetap membutuhkan pasokan bahan bakar untuk menjaga sistem kelistrikan dan operasional peralatan penting lainnya. Ia menjelaskan bahwa mesin diesel kapal harus tetap menyala untuk mengoperasikan sistem pendingin udara (AC) yang vital untuk menjaga suhu dan kelembaban di dalam kapal. Tanpa AC, peralatan elektronik sensitif di dalam kapal akan berisiko mengalami kerusakan, yang dapat berdampak pada kinerja operasional secara keseluruhan.

Selain masalah tunggakan, KSAL juga menyoroti perbedaan harga BBM yang berlaku untuk TNI AL dengan harga subsidi. Saat ini, TNI AL masih dikenakan harga BBM industri, yang cenderung lebih tinggi dibandingkan harga subsidi. Ia berharap agar ke depannya, TNI AL dapat memperoleh akses ke harga bahan bakar yang lebih terjangkau melalui skema subsidi, sehingga dapat mengurangi beban anggaran dan meningkatkan efisiensi operasional.

Berikut point penting terkait berita:

  • TNI AL memiliki tunggakan BBM kepada Pertamina senilai triliunan rupiah.
  • KSAL mengusulkan pemutihan utang BBM.
  • KSAL mengusulkan pengelolaan BBM TNI AL dipusatkan di Kemhan.
  • Kapal TNI AL membutuhkan BBM meski tidak bergerak.
  • KSAL berharap harga BBM untuk TNI AL bisa disubsidi.