UU Ormas: Ancaman Sanksi Tegas bagi Pelanggar Aturan

UU Ormas: Ancaman Sanksi Tegas bagi Pelanggar Aturan

Sorotan terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas) semakin menguat seiring dengan munculnya berbagai insiden kontroversial yang melibatkan kelompok-kelompok tersebut. Peristiwa-peristiwa ini memicu perdebatan publik dan mendorong pemerintah untuk lebih serius meninjau regulasi yang mengatur keberadaan dan aktivitas ormas di Indonesia. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas menjadi landasan hukum utama yang mengatur berbagai aspek terkait ormas, mulai dari pendirian, hak dan kewajiban, larangan, hingga sanksi yang dapat dikenakan.

Undang-Undang Ormas secara eksplisit mengatur sejumlah larangan yang harus dipatuhi oleh setiap ormas. Pelanggaran terhadap larangan-larangan ini dapat berakibat fatal, termasuk pembubaran ormas tersebut. Pasal 59 dalam UU Ormas secara rinci menjabarkan berbagai tindakan yang dilarang bagi ormas, meliputi penggunaan simbol-simbol negara secara ilegal, tindakan provokatif yang berpotensi memecah belah persatuan bangsa, hingga kegiatan yang melanggar hukum dan mengganggu ketertiban umum.

Berikut adalah daftar larangan yang tercantum dalam UU Ormas:

  • Menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara Republik Indonesia sebagai bendera atau lambang ormas.
  • Menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan.
  • Menggunakan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional sebagai nama, lambang, atau bendera ormas.
  • Menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang.
  • Menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar ormas lain atau partai politik.
  • Melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan.
  • Melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia.
  • Melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial.
  • Melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Mengumpulkan dana untuk partai politik.
  • Menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Sanksi yang diberikan kepada ormas yang melanggar larangan-larangan tersebut dapat berupa peringatan tertulis, penghentian bantuan atau hibah, penghentian sementara kegiatan, hingga pencabutan surat keterangan terdaftar atau status badan hukum. Pemerintah memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif ini sebagai upaya untuk menjaga ketertiban sosial dan mencegah ormas melakukan tindakan yang merugikan masyarakat dan negara.

Menyikapi berbagai peristiwa yang melibatkan ormas, pemerintah membuka wacana untuk merevisi UU Ormas. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap dinamika sosial dan politik yang berkembang, serta untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hukum terhadap ormas yang melanggar aturan. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menekankan pentingnya evaluasi terhadap mekanisme pengawasan keuangan ormas, guna mencegah potensi penyalahgunaan dana dan kekuasaan. Pemerintah berkomitmen untuk menindak tegas ormas yang bertindak sewenang-wenang, melakukan intimidasi, kekerasan, atau pemerasan. Tindakan tegas ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan menciptakan iklim yang kondusif bagi ormas untuk berkontribusi positif bagi pembangunan bangsa.