Peraturan Daerah sebagai Jembatan Harmonisasi Hukum Nasional dan Hukum Adat

Peraturan Daerah sebagai Jembatan Harmonisasi Hukum Nasional dan Hukum Adat

Indonesia, sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi kearifan lokal, menghadapi tantangan dalam menyelaraskan hukum nasional dengan praktik hukum adat yang telah berlangsung turun-temurun. Seringkali, kedua sistem hukum ini dianggap terpisah, bahkan berseberangan, padahal hukum adat merupakan bagian integral dari sistem hukum Indonesia yang diakui konstitusi. Oleh karena itu, harmonisasi antara keduanya menjadi krusial untuk menciptakan sistem hukum yang komprehensif, berkeadilan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Peraturan Daerah (Perda) tentang Masyarakat Hukum Adat (MHA) hadir sebagai instrumen penting dalam upaya tersebut, berperan sebagai jembatan penghubung antara dua sistem hukum yang berbeda namun saling melengkapi.

Perda MHA bukan sekadar pengakuan simbolis, melainkan landasan hukum yang memberikan kepastian dan perlindungan bagi hak-hak masyarakat adat. Perda ini dapat mengakomodasi beragam aspek, mulai dari pengakuan hukum adat sebagai sumber hukum yang sah di samping hukum nasional, hingga pengaturan penyelesaian sengketa adat yang selaras dengan prinsip-prinsip dasar hukum nasional dan hak asasi manusia (HAM). Lebih lanjut, Perda dapat mengatur mekanisme koordinasi yang efektif antara lembaga adat dengan lembaga pemerintahan, memastikan partisipasi aktif MHA dalam proses pembangunan dan pemerintahan di wilayah adat mereka. Harmonisasi ini bukanlah tentang mengganti atau menghilangkan hukum adat, melainkan tentang mencari titik temu dan keselarasan, menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan responsif.

Implementasi Perda MHA menghadapi beberapa tantangan. Pertama, proses identifikasi dan verifikasi MHA perlu dilakukan secara ketat dan transparan untuk mencegah penyalahgunaan status hukum adat. Kedua, harmonisasi Perda dengan peraturan perundang-undangan nasional, khususnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan regulasi sektoral lainnya, sangat penting untuk mencegah konflik hukum. Ketiga, pemerintah daerah perlu memiliki kapasitas dan pemahaman yang memadai dalam penyusunan dan implementasi Perda. Hal ini membutuhkan pendampingan dan sinergi antara pemerintah pusat, akademisi, praktisi hukum, dan perwakilan masyarakat adat.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 terkait hak-hak MHA atas hutan adat memberikan landasan kuat bagi penyusunan Perda. Putusan ini menegaskan bahwa hutan adat bukan bagian dari hutan negara, melainkan berada di bawah pengelolaan MHA sesuai hukum adat mereka. Perda MHA dapat menjadi instrumen efektif untuk mengimplementasikan putusan MK ini, dengan mengatur mekanisme pengakuan dan penetapan hutan adat, termasuk proses inventarisasi, verifikasi, dan pemetaan partisipatif yang melibatkan MHA secara aktif. Dengan demikian, Perda dapat mempercepat proses pengakuan hutan adat secara transparan dan akuntabel, sekaligus mengatur pengelolaan hutan adat secara lestari dan berkelanjutan.

Anggota DPD RI dapil DKI Jakarta, Fahira Idris, telah mengimbau agar semua daerah di Indonesia memiliki Perda MHA. Imbauan ini sangat tepat, mengingat pentingnya pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan MHA dalam pembangunan nasional. Namun, keberhasilan implementasi Perda MHA membutuhkan komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah, akademisi, praktisi hukum, dan terutama masyarakat adat itu sendiri. Dengan Perda MHA yang disusun secara partisipatif dan harmonis, Indonesia dapat mewujudkan sistem hukum yang lebih inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan, menghargai keberagaman budaya dan kearifan lokal yang menjadi kekayaan bangsa.

Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Perda MHA:

  • Identifikasi dan Verifikasi MHA: Mekanisme yang ketat dan transparan untuk mencegah penyalahgunaan status hukum adat.
  • Harmonisasi dengan Peraturan Nasional: Keselarasan Perda dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
  • Kapasitas Pemerintah Daerah: Pendampingan dan pelatihan bagi pemerintah daerah dalam penyusunan dan implementasi Perda.
  • Partisipasi Aktif Masyarakat Adat: Peran aktif masyarakat adat dalam seluruh proses perumusan Perda.
  • Implementasi Putusan MK: Perda sebagai instrumen untuk mengimplementasikan Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 terkait hutan adat.

Dengan memperhatikan poin-poin tersebut, Perda MHA dapat menjadi instrumen yang efektif untuk melindungi hak-hak masyarakat adat, mencegah konflik agraria, dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.